Berkarya Kolaborasi: Sebuah Cita-Cita


"Cita-cita saya 5 tahun ke depan adalah saya ingin berkarya kolaborasi dengan suami, kalau saya menulis dan dia yang tertulis di Lauhul Mahfudz tidak bisa menulis, mungkin dia pintar membuat ilustrasi atau fotografi. Kalau dia tidak bisa semua, dia pasti mendukung dengan ide. Insya Allah."

"Sudah ada suami?", tanya sang motivator itu memecah kehehingan dan keseriusan. "Belum, jawabku berbinar." "Good, perencanaan yang sungguh indah. Kelak suamimu pasti salah satunya, tidak bisa menulis seperti dirimu tak apa, paling tidak dia bisa menggambar, membuat ilustrasi, memotret maupun paling minim memberikan ide. Yakin saja, berkolaborasi dengan pasangan hidup itu asyik."

Aku mengaminkan saja, karena aku tak mau berekspektasi lebih soal pasangan hidup. Murni hak prerogatif Allah. Bagiku mempersiapkan diri menjadi seorang Istri dan Ibu jauh lebih penting saat ini. Dari sekian banyak workshop, seminar, kelas maupun kulwap parenting yang aku ikuti, inti dari berumah tangga adalah menerima, penerimaan yang tulus. Menikah itu bukan mengharapkan mendapat kebahagiaan. Bukan. Menikah bukan untuk bahagia. Menikah itu memberi banyak, bukan menerima banyak. Memberi sebanyak-banyak hal kebaikan yang menjadi potensi diri.

Berkarya kolaborasi dengan pasangan hidup adalah cita-citaku sedari kecil. Aku selalu mengatakannya kepada Bapak dan Ibu. Pak, kelak Niken ingin berkarya dengan suami. Niken ingin apa yang menjadi potensi diri, yaitu menulis menjadi karya yang bermanfaat, berduet dengan suami. Tidak harus pasangan hidupku kelak bisa menulis, bisa jadi justru ia sangat tidak suka menulis apalagi membaca. Tapi dia bisa menggambar atau membuat ilustrasi, atau memotret atau hanya memberikan ide-ide. Tidak mengapa, yang pasti buku pertama ku kelak adalah hasil kolaborasi dengan suami. Ini sebuah cita-cita, dan Allah Maha Mengabulkan, bagaimanapun kelak, aku berikhtiar dan berdoa.

Saat ini aku sedang menulis sebuah project novel biografi. Sudah 2 tahun tidak juga rampung. Aku seperti tak punya nyali untuk melanjutkan, entah kenapa. Hatiku sedang tidak baik saat ini, aku menjadi sangat malas melanjutkan project ini. Sepertinya aku butuh pecutan semangat lagi. Kawanku menyentilku, "Yauda sana jemput jodoh terbaik dunia akhiratmu dan project nya dikelarin. You need mood booster, right?". Iya, betul sekali. Aku butuh mood booster, penyemangat.

Soal karya kolaborasi aku menyimpannya rapat-rapat dalam hati. Aku betul-betul mendambakannya. Hey kamu yang tertulis dalam Lauhul Mahfudzku, kamu kapan menjadi pemantik semangat ku berkarya? Mari kita berkolaborasi.

Sudah siap?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Fitrah Based Education [Part 1]: 8 Fitrah Manusia

Mengapa Takut Pada Lara?

Sekuat Apa Jika Kau Seorang Diri?

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework