Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2015

Mengintip Senja

Gambar
Hai senja, indah nian di pelupuk mata menjingga kuning keemasan ada semburat yang terlukis berdebur awan Hai senja, sedikit saja berlalu rasanya tidak biasa semilir angin meneduhkan ditemani suara ombak yang merdu layaknya harmoni dalam alunan Hai senja, langitMu indah ada kebahagiaan tergores disana ingin bertemu dengan senjaMu berikutnya pada malam-malam di Bulan Pengampunan pada keabadian yang bersemayam #H-5 Ramadhan.. Can't Wait :) salah satu lukisan alam favorite saya adalah memburu senja, mengintipnya dari kejauhan dan mentadaburrinya dalam keheningan. Salah satu lukisan Allah yang indah :).

Menahan Tegar di Ujung Mata

mencoba tak berkedip menahan tegar di ujung mata hingga kau pun tak kuasa berderailah airmata [Munsyid: Shaffix] Terkadang, diam adalah jawaban terbaik dari segala pertanyaan yang terus menerus dilantunkan. Terkadang, tidak menjawab adalah jawaban paling baik ketika justru dengan menjawab akan menyakiti. Diam bukan berarti cuek juga bukan berarti tidak peduli dan tidak perhatian. Bisa jadi diam karena sedang mengamati atau sedang berpikir. Jadi, diam dan tidak menjawab bukan berarti salah kan?. Memang, menjadi orang di pertengahan itu terkadang tidak enak. Mengetahui segala kisah dan berusaha untuk menjadi penengah, berusaha untuk memberikan solusi tetapi tidak menyakiti juga berusaha untuk bersabar atas segala amanah dan kepercayaan ini. Jika orang-orang menanyakan kisah itu, diam adalah jawaban terbaik. Tetap keep the story dan berusaha bersikap biasa, menganggap tidak ada apa-apa namun sejujurnya sedang apa-apa. Terkadang, justru dipersalahkan dalam kisah ini juga sudah

The Biggest Dream, Let's Make it Real!

Gambar
Assalammualaykum ikhwah Fillah Rahimakumullah,  happy sunday !.  Well , penulis lagi demen banget nih sama lagunya Raef yang berjudul Dreams, Selain mengajak kita untuk bermimpi dan mewujudkan mimpi itu, kita juga diminta untuk memperjuangkan mimpi itu. Tidak hanya untuk diri kita sendiri namun juga untuk kemaslahatan umat.  Apa mimpi kalian saat ini?  The biggest dream, absolutely  adalah  go to Jannah, right?  Namun, taukah kalian bahwa untuk menuju kesana ada banyak hal yang mesti kita perjuangkan?. Kita tidak pernah tau, amalan apa yang akan memberatkan kita untuk bisa memasuki surgaNya. Bisa jadi hanya memberi makan tukang becak, membantu menyeberangkan orang tua, atau hanya sekedar tersenyum kepada saudara kita.  Nobody knows . Namun, agar the dreams come true , sudah seharusnya kita berjuang agar surga menjadi bagian yang tak pernah terlupakan dalam setiap aktivitas kita. Dream your biggest dream, If we dream enough together we can make it real, And lend a helping hand

Mengenang Masa Itu: Bapak Terharu

Subhanallah.. Saya baru ingat bahwa dulu Bapak pernah reuni bersama ke 3 sahabat karibnya. Dalam sebuah acara yang mengharu biru, dalam sebuah acara peluncuran buku kumpulan cerpen bapak yang berjudul Tunas. Di halaman prolog penulis, Bapak menulis tentang saya, Anak pertama yang lulus cumlaude. Tetesan air mata perlahan membasahi pipi saya. Ada semacam keharuan pada saat itu. Begini ya rasanya berada dalam lingkaran seni dan budaya, bernapaskan islam dan cinta untukNya. Rasanya seperti ada desiran halus di hati. Saya teringat pada waktu itu, Bapak menangis ketika acara yang cukup spektakuler itu digelar. Baru pertama kali seumur hidup melihat Bapak menangis haru ketika Pakdhe Emha membacakan ayat favorite Bapak, QS. Annur: 35 Cahaya diatas Cahaya. Seluruh penonton yang hadir tenggelam dalam keharuan. Bapak selalu sederhana. Memakai baju dan sarung putih. Paling bersahaja. Mendekap sahabat-sahabat karibnya dengan penuh cinta. Saya tiba-tiba teringat masa itu. Saat dimana seluru

Sabar Menjadi Tong Sampah

Gambar
Apa lintasan pertama dipikiran kalian tentang tong sampah? Bau? Busuk? Kotor? Sarang Penyakit? Menjijikkan?. Yap, maybe sebagian dari kita menilai demikian. Melirik saja tidak apalagi mengamati dengan seksama. Mendekat saja tidak apalagi mau bersahabat. Namun jika kita memiliki banyak sekali sampah, segala macam apapun jenisnya dengan setia kita melirik, mendekat juga bersahabat. Membuang sampah ke dalamnya, lalu pergi entah kemana. Membiarkan sampah itu dibawa oleh dinas sampah sampai ke tempat pembuangan akhir. Tak ada perhatian apalagi dipikirkan. Bagaimana jika manusia menjadi tong sampah dari manusia lain?. Menjadi tong yang siap menerima curahan hati, cerita, emosi yang berkecamuk, keluhan bahkan tangisan yang meledak dari orang lain?. Tidakkah tong ini sungguh dibutuhkan?. Ini yang disebut anugrah. Menjadi kepercayaan orang lain untuk sebuah kata bernama Solusi. Setidaknya lebih baik dari sekedar tong sampah bukan?. Menjadi tumpuan kepercayaan dalam suatu problem kehidupan

PUISI: Bagaimana Aku TanpaMu

Bagaimana aku tanpaMu Ya Rabbi? Terasing dalam kegelapan Tak ada cahaya keabadian Mengaburkan asa Menggenapkan derita Bagaimana aku tanpaMu Ya Rabbi? Tercekat dalam zaqum dan duri Kelaparan hati kekosongan nurani Bersemayam noktah-noktah hitam Bergejolak batin tak tentu arah Bagaimana aku tanpaMu Ya Rabbi? Seperti buih di tengah samudra Seperti debu beterbangan Seperti butiran pasir yang berbisik Tak terlihat.. Tak bermakna.. Bagaimana aku tanpaMu Ya Rabbi? Tak memiliki navigasi kehidupan Tak memiliki ruang cinta bernama keimanan Tak memiliki keyakinan Tak memiliki keteguhan Bagaimana aku tanpaMu Ya Rabbi? Seperti angin yang mendesis lalu hilang entah kemana Tak punya perasaan.. Tak punya logika.. Aku hanya ingin bersamaMu Ya Rabbi Dalam setiap hela napasku Dalam setiap detak jantungku Dalam setiap langkah kakiku bersama segala cinta padaMu bersama segala kekayaan hati karenaMu karena aku MencintaiMu.. Semarang, 6 Juni 2015

Menyatukan Warna dalam Satu Kanvas

Menyatukan karakter yang berbeda itu ibarat bermain warna dalam satu kanvas. Menjadi lukisan bermakna atau abstrak sekalipun, ia tetap indah :). Ada sebuah cerita yang cukup menggelitik hari ini. Seseorang yang dianggap melankolis tiba-tiba di suatu acara menjadi sangat sanguinis. Membranding dirinya dengan sebuah kalimat ambigu yang mengundang gelak tawa dan tanda tanya. Ternyata kita memang tidak bisa menilai seseorang dengan satu sisi saja ya?. Bisa jadi penilaian kita itu tak terbukti. Karena maybe kita tak pernah benar-benar mengenalnya. Diskusi mengenai karakter memang tak pernah ada habisnya. Saya tipe orang yang susah menilai seseorang. Namun belakangan ini saya banyak belajar. Cukup dengan mengamati, mendengar cerita, curahan hati atau sekedar mengobrol biasa. Bisa juga dengan membaca tulisannya. Nah, about tulisan ini yang pernah jadi fokus saya dalam menilai karakter seseorang. Tapi tidak selamanya benar, orang yang kita kenal pendiam dan tak banyak bicara ternyata suk

PUISI: RENUNGAN GAZA

Jalur Tak Bertuan Tidak hanya di jalur sana dia ada, tapi di mana-mana, barangkali juga di rumah kita Pada mulanya dia tidak punya apa-apa, tapi atas kebaikan ibunda diberi ruang kecil Mula-mula dia datang baik-baik, seperti pada umumnya tamu di kamar tamu Benar, peringatanmu, bahkan filsuf tamu akan mengincar setiap ruang, bahkan jiwa.. Ini lebih dari filsuf, yang percaya tentang tanah yang dijanjikan dalam kitab suci Hanya kekejaman yang bisa mengusirnya, tapi kita manusia, dan dia juga manusia Kita sesungguhnya tahu, bahwa kecerdasan tidak cukup menjadi syarat sebagai manusia Sungguh di luar perkiraan hati, bahkan tamu bisa mengusir tuan rumah dan para filsuf... Dengan berbagai cara dia punya akal bulus, sedikit demi sedikit mengurai kulit aslinya Sampai pada akhirnya tampaklah bulu-bulu kebinatangannya, tanpa peduli dia punya fitnah Lalu moncong dan taringnya, bahkan anakmuda dia mangsa tanpa ampun, tanpa alasan rasa Di m

Belajar dari Persahabatan Bapak: 4-E

Gambar
"Nak, Bapak ingin dikenang sebagai budayawan yang karyanya bermanfaat" "Bapak sudah banyak berkarya, bahkan di usia senja" "Bapak pengen bikin Serial 4-E" "Ide Bagus Pak, Niken tunggu.. Pasti banyak yang nungguin juga" "Nanti ya, setelah tulisan Rendra selesai" "Siap Big Boss :)" Kagum. itulah yang hanya bisa saya katakan. Bapak benar-benar seniman yang mencintai Allah dengan teramat sangat. Berkarya sejak kecil hingga di usia senja. Entah, baru kali ini Bapak bercerita panjang lebar tentang sahabat-sahabat sejatinya. Maybe, karena dulu bapak jarang sekali di rumah, berkelana mengelilingi Indonesia. Menyampaikan seni dan budaya yang sangat dicintainya. Hari ini bapak bercerita tentang ke 4 sahabatnya yang baru saya ketahui detailnya. Ya, disebut 4-E, sahabat yang tak lekang oleh jaman, Emha Ainun Najib, Ebiet G Ade, EH. Kartanegara dan Eko Tunas, Bapak saya. Bapak begitu mencintai seni, Bapak sering bilang kalo Isla

Share Tulisan Bapak: Mengenang WS.Rendra [Part 2]

Saya melihat Rendra sejak saya SD, 1965-an, di Tegal kota kelahiran saya. Ingatan saya, saat itu di antara banyak tamu ayah saya ada yang di mata kanak-kanak saya cukup mengesankan. Berkaos putih, pantalon putih, sepatu cat putih, dengan ransel tentara di punggung, wajah dan senyumnya begitu simpatik. Sebagai petugas membawakan minuman untuk tamu, saya hapal, tamu yang satu ini lebih suka minum air putih. Seingat saya, beberapa kali beliau datang dan menginap di rumah kami, kalau tidak dari Yogya mau ke Jakarta ya dari Jakarta mau pulang ke Yogya.  Terutama, yang saya ingat betul, saat Ikatan Seniman Muda “Tunas” Tegal mementaskan drama. Lakonnya “Tanda Silang” karya Eugene O Neil, saduran Rendra. Sutradara WS Adhitama, nama keren ayah saya, Wuryanto. Pemainnya antaralain Parto Tegal, Iman Sumarto, Watu Sujiono, dan Susilowati. Dipentaskan di Gedung Gris Tegal, yang kemudian menjadi Gedung Wanita, dan sekarang Gedung Kesenian Tegal.  Ada cerita menarik saat latihan lakon itu

Share Tulisan Bapak: Mengenang WS.Rendra

Lulus SMA 1976, saya minta kepada ayah saya untuk kuliah di Yogya. Atas seabreg faktor keturunan, saya bingung mau kuliah apa. Betapa tidak, darah seni kakek saya dan ayah saya menurun semua kepada saya. Kakek saya, Soegarbo, adalah juru gambar dan pemain Wayang Orang “Ngesti Moeljo” Tegal 1945-an. Ayah saya, Wuryanto, seorang pelukis, cerpenis, sutradara drama, dan wartawan. Nama penanya banyak: WS Adhitama, Atto S Ananda, Bagas Bayung, Kang Siwur. Sebagai jurnalis, ayah saya pernah menerbitkan koran Tegal “Banteng Loreng” yang berkantor di rumah kami. Demikian, karena nilai menggambar di rapor 9, sementara nilai pelajaran lain 5 atau 6, saya memutuskan masuk Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI). Oleh ayah saya, saya dititipkan di Sanggarbambu, pimpinan Soenarto Pr sahabat ayah saya. Sanggarbambu pernah berpameran di Tegal, 1960-an, dan ayah saya penyelenggaranya. Ayah saya juga meminta kepada saya untuk bertemu Rendra sahabatnya juga, seperti yang terungkap dalam tulisan

.Apakabar Calon Pendampingku? [Part 3]

Gambar
Apakabar Calon Pendampingku? Masihkah Allah yang pertama dan utama dalam hatimu? masihkah engkau bersabar dalam ketaatanmu? masihkah engkau di garda terdepan dalam dakwahmu? masihkah kau taat dalam penantianmu? masihkah kau bersabar dalam doamu? masihkah kau yakin pada ketetapan Allah?. Apakabar Calon Pendampingku? Aku hanya sedang berkarya dan berusaha, menjadi yang terbaik, memantaskan diri dihadapanNya, hingga kelak bersama dalam lingkaran dakwahNya yang santun, hingga kelak bersama menuju kemuliaan surgaNya. Maka bersabarlah. Tidak perlu risau, cita-cita yang terpatri dalam jiwaku, bahwa tak pernah mengenalmu sebelumnya dan dipertemukan dalam proses manhaji yang baik. Aamiin. “Untukmu seseorang yang akan menemaniku di masa depan Kamu… Siapa Kamu ? Siapa namamu ? Dimana kamu berada ? Aku menantimu.. Bersama semua pengabdianku yang tertunda Bersama segenap cinta yang tak akan sempurna Bila engkau tak kunjung hadir dihadapanku Untukmu calon imamku yang aku tidak tahu dimana