Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Sabar Seluas Samudra

Adalah hujan yang mengajarkan kesabaran. Bahwa langit yang maha luas juga bisa menumpahkan rasa. Patuh pada Sang Maha Esa, rintik-rintik hujan berdialog mesra. Tatkala awan menjadi kelam, ia tak lantas menjadi durja. Keyakinan pada semesta bahwa pelangi kelak menampakkan indahnya. Kita sedang mengukir asa, menjadikan segenap jiwa beradu seru menggapai cita-cita. Sungguh, sabda terindah adalah ketika dzikir dilantunkan merdu. Bersama segala cinta yang membuncah di dalam dada. Bersama cinta kepada Sang Maha Mengasihi. Rindu akan masa ketika dakwah menjadi laku utama. Bersabarlah seperti layaknya angin menunggu hujan dan hujan tak pernah getir menunggu pelangiNya. Adalah sabar yang menggenapkan keyakinan bahwa setiap takdir yang ditorehkanNya adalah bentuk dari kasih sayang dan cinta Allah Azza Wa Jalla. Bukan harta dan materi yang menjadi faktor asasi keberhasilan dan kebahagiaan hidup. Hanya kepercayaan dan cinta kepada Sang Maha Esa lah jawaban dari segala pertanyaan yang pernah ada. 

Siapa Yang Kau Maksud?

Kau bilang nyali itu ekstrimis Padahal kau tidak yakin dengan AyatNya Kau bilang tidak perlu jauh-jauh berdoa Padahal kau ragu pada FirmanNya Siapa yang kau maksud ekstrimis? Dan suaramu begitu lantang membela Sedangkan Ibu dan Ayahmu tak gentar bersujud Bahkan kau mengantarkan mereka ke Saudi Arabia Berziarah ke Makam Rasullulah SAW Siapa yang kau maksud ekstrimis? Apakah kami diam jika penista merajalela Oh tidak mungkin... Kami berada di garda terdepan Jelas... Silahkan kau mencela kami beribu kali Silahkan kau memfitnah kami berjuta kali Namun jika keyakinan terusik Tidak mungkin kami diam Diam adalah kekosongan nurani Sedangkan karyamu itu buah dari karunia Sang Maha Esa Pikiran dan Hatimu itu milikNya Buat apa kau selalu menawar aturanNya Buat apa? Apa yang membuatmu begitu yakin pada mereka? Yang begitu sibuk memfitnah dan mencela? Apa yang membuatmu begitu sombong pada kinerja manusia? Kinerja saja tidak cukup membuat masyarakat bergelar "M

KAU KAH ITU?

Tidakkah engkau tau, bahwa cinta hadir karena rasa? Cinta bukan hadir karena mata apalagi sekedar kata Bukan... Bahkan jika engkau dihimpit pilu Kau tetap saja cinta Tidakkah engkau tau, bahwa cinta hadir karena iman? Cinta bukan hadir karena harta apalagi sekedar manja Bukan... Bahkan jika engkau berselimut lara Kau tetap saja cinta Tidakkah engkau tau, bahwa cinta hadir karena takwa? Cinta bukan hadir karena pesona apalagi sekedar tawa Bukan... Bahkan jika engkau bermandikan duka Kau tetap saja cinta Cinta datang dari dalam nuranimu yang nyata Bukan dari paksaan ego apalagi hanya angan belaka Cinta datang dari dalam jiwamu yang merdeka Bukan dari penjara keangkuhan apalagi hanya materi saja Inilah cinta yang membuncah dalam dada Kau kah itu? Yang hatinya berdegup kencang tatkala zikir-zikir merdu dilantunkan? Yang matanya menangis tatkala takbir dikumandangkan? Kau kah itu? Yang berbaris rapi di garda terdepan untuk menegakkan kalimat tinggiNya? Kau kah itu? Yang mencintai Allah d

Notes dan Pulpen

"Kamu aneh, Ken!" "Oh ya?" "Uda jaman kekinian, masih aja bawa notes dan pulpen kemana-mana" "Oh, uda kebiasaan sih!" "Pake HP kan bisa, ada kok aplikasinya" "Ga ah, lebih enak ditulis pake tangan... lebih asik" *** Entah sudah berapa orang yang mengatakan hal itu padaku. Kemana-mana bawa notes, kaya wartawan amatir aja, kaya mahasiswa yang lagi KKL, bikin tugas dicatet. Gimana coba kalau bawa notes dan pulpen sudah jadi kebiasaan. Walaupun jaman katanya uda kekinian, boleh kan kita tetap pada habits kita?. Memang all moment bisa sih dicatet lewat gadget kita atau disimpen di pikiran aja. But, ada hal yang ga bisa kita catet lewat gadget atau just remind on my mind . Cari inspirasi menulis misalnya, ga mungkin kita cuma diem trus tiba-tiba cringgggggggg 'I have an idea' , maybe mereka yang bisa begitu yang sudah bergelar pro writer ya?. Nama tempat, perasaan, situasi, keadaan, ga bisa cuma disimpen di p

SANG ILUSTRATOR [PART 1]

Aroma pensil kayu yang kuasah dengan cutter lebih kusukai daripada aroma obat yang sering kujumpai sepanjang hidup. Warna magenta yang kuciptakan sendiri lebih kusukai daripada warna hijau kelambu di ruang praktek dokter milik Ayahku. Aku tidak butuh title untuk menjadi orang bermanfaat, aku hanya mengikuti lintasan hati dan pikiranku. Bahwa yang kukira benar dan kuyakini baik akan kuperjuangkan. Meskipun keluargaku melarang keras, melumpuhkan setiap inci impian yang terukir dalam mozaik hidupku,  aku tidak akan mundur begitu saja. *** Hujan sore ini mengaburkan segala warna-warna imajinasi dalam pikiranku. Deadline lomba karya cipta Logo “ The Future Riset and Technology ” yang diselenggarakan Presiden untuk menjaring bakat generasi muda akan ditutup satu jam lagi. Ayah berteriak lagi, sama seperti hari-hari lalu. Dalam benakku selalu terngiang kata-kata itu “You must be a doctor, Ezra!”. Ayah tidak pernah menyerah memaksaku untuk mengikuti ambisinya agar aku, Ezra Farid Rama

Akulah Buih Itu

Mungkin, akulah buih itu Selemah-lemahnya iman Yang hanya bisa berdoa ketika melihat kemungkaran Aku bukan patriotik yang lantang nan gagah Aku gamang dan kalut serta takut dan tak berdaya Mungkin, akulah buih itu Yang berderai air mata Ketika keyakinan ku diusik sedemikian rupa Ketika pewaris kitab suci ku dinista sedemikian hina Mungkin, akulah buih itu Yang diam dan marah dalam jiwa Ketika seluruh dunia justru tertawa Melihat fitnah dan cela seperti bom molotov Tak berhenti di medan laga Mungkin akulah buih itu Yang tersungkur dalam kepedihan Ketika media berbicara penuh muslihat Ketika kepalsuan justru menjadi dewa Mungkin akulah buih itu Yang masih saja berdoa Tak henti melantunkan ratapan Kepada Sang Maha Esa Untuk Negeriku Tercinta Indonesia, Janganlah engkau menjadi durja Hanya karena membela kebathilan Demi kepentingan dan kekuasaan Akulah buih itu, Yang masih diam seribu bahasa Walau renjana menguasai hatiku Aku tetap pada asmaNya @kenulinnuha Semarang, 2017