Percayalah, Aku Setia Pada Mimpiku!

Bahkan, mimpi yang tidak diperjuangkan ia serupa angan-angan...

Aku tau, aku harus berdamai dengan waktu, dengan takdirNya Yang Maha Sempurna dan dengan segala hal yang pernah terjadi dalam proses berkarya. Aku bermimpi menuliskan buku pertamaku, menerbitkannya, menjadi salah satu timbangan amal kebaikan yang bisa kupersembahkan kepada Allah. Aku berharap kelak buku ini menginspirasi banyak keluarga untuk membangun keluarga mereka dengan cinta dan kasih sayang. Aku ingin menjadi penulis, sangat ingin. Kelak ketika aku tiada, aku ingin dikenang sebagai penulis dengan karya yang menginspirasi, meskipun karyaku tidak seberapa. Kelak ketika hari akhir tiba dan manusia dikumpulkan di Yaumul Hisab, aku ingin tulisanku bisa menjadi pemberat timbangan amal. Karena hanya ini yang bisa kupersembahkan kepada Allahku tercinta.

Namun, 2 tahun lebih kisah yang kutulis tidak juga kunjung selesai. Aku sedih karena ketidakberdayaanku pada ujianNya. Aku terlalu banyak berpikir, terjebak dalam ruang sepiku sendiri, meratapi ketidakbisaanku meneruskannya. Mungkin karena aku yang terlalu sibuk, sehingga untuk meneruskannya rasanya luar biasa. Atau karena terlalu banyak rintangan, narasumber yang tiba-tiba menolak untuk kisahnya dibukukan dan membuatku hampir putus asa. Atau karena aku kehilangan teman berdiskusi? Padahal sudah ditengah jalan, aku harus mulai dari awal, mengubah jalan cerita, berdamai dengan keadaan. Aku hanya bisa  pasrah. Allah ingin aku berjuang.

Aku mulai bangkit kembali, bertemu orang-orang baru, narasumber baru, lingkungan menulis yang baru. Djogjakarta menempaku menjadi manusia paling mandiri, aku berkontemplasi dengan satu daerah ke daerah lain, mencoba mencari ide dan gagasan baru. Rasanya aku ingin stay disana 1-2 bulan, menyelesaikan buku-ku. Tapi rasanya tidak mungkin, ada banyak mustahik di sini yang membutuhkanku. Maha Suci Allah yang mempertemukan manusia satu dengan manusia lainnya, sehingga aku mulai bersemangat kembali. 

Aku tidak tau rencana apa yang Allah hendak berikan padaku, aku bertemu dengan seseorang yang merubah cara pandangku soal hidup. Perjuangan hidupnya membuatku takjub, mungkin soal pengalaman aku jauh dibawahnya. Dia serupa kepompong yang menjelma menjadi kupu-kupu atau tunas yang kemudian tumbuh menjadi pohon terbaik. Tentu kisah hidupnya sangat menginspirasiku, kali ini aku yakin, tulisanku akan selesai. Tidak lagi menunggu hitungan tahun. Insya Allah, aku sejatinya hanya butuh keyakinan saja, Dan Allah Maha Meyakinkan.

Aku mencintai literasi, menulis adalah bahagiaku yang sederhana. Bagiku menulis adalah obat terbaik di kala penat melanda atau resah hati menyapa. Aku bukan seorang penyair atau pendongeng yang bebas mengutarakan rasa melalui bahasa lisan. Aku lebih bebas mengutarakannya melalui bahasa pena. Dengan menulis aku memiliki cinta, dengan menulis harapan itu ada. Aku sangat setia pada mimpiku, percayalah!. Dan kali ini aku benar-benar sangat berjuang.

Dan kau... yang tertulis di Lauh Mahfuzhku, akankah engkau mendukung mimpiku?.

Semarang, Februari 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Sekuat Apa Jika Kau Seorang Diri?

Sabar Seluas Samudra

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework

Fitrah Based Education [Part 1]: 8 Fitrah Manusia