Lebih Kuat Dari Sekedar Berharap

Ada yang lebih kuat dari sekedar harapan yaitu keyakinan. Keyakinan akan tumbuh manakala hati telah tersentuh, kemudian bersikap dan memilih dengan kepastian. Bagaimana denganmu? Sekedar berharap atau sudah yakin?

Ada sebuah kisah haru dari seorang sahabat yang baru-baru ini kukenal. Awalnya aku kira ia pendiam, tidak banyak berkata seperti aku. I'm a storyteller, setiap bertemu orang baru ingin rasanya bercerita panjang lebar. Tentang kehidupan, hikmah atau sekedar kisah-kisah masa kecil yang riang. Mungkin karena insting penulis atau memang aku suka bercerita tentang kehidupan, mengambil hikmah dari setiap peristiwa kemudian larut dalam pertaubatan. Ah, hidup tak ubahnya panggung sandiwara. Ada banyak cerita bergulir di sana.

Kupanggil ia si pendiam. Gadis yang cukup unik menurutku. Setiap berpapasan dengannya kami hanya melempar senyum, menyapa sebentar kemudian berlalu-lalang. Padahal aku ingin sekali bertanya, apa yang membuatnya diam?. Ingin sekali mengajaknya tertawa riang atau sekedar makan bersama. Hingga suatu saat aku ditakdirkan bersama dengannya dalam satu obrolan yang cukup mengharukan.

Ini kisah nyata, benar adanya. Tiba-tiba ia menceritakan kisah masa lalunya "Orang tuaku bercerai, aku tak pernah tau rasanya dicintai oleh keluarga yang utuh. Dulu, aku ini orang yang pesimistis, karena aku pernah diinjak, disakiti, dilukai bahkan dihina orang lain. Dianggap remeh..." Aku terhenyak. Kenapa aku selalu dipertemukan dengan orang-orang dengan problematika seperti ini? Allah ingin aku mengambil hikmah atau memang kebanyakan manusia di sekitarku tak seberuntung aku?. Aku menghela napas panjang.

Gadis yang kukira pendiam itu ternyata sungguh di luar dugaan. Ia seperti bemertamofosa, dari ulat yang tidak beranjak kemudian berubah menjadi kupu-kupu yang bebas terbang. Ia sangat periang, lucu dan sangat hiperaktif. Bagiku itu cara terbaiknya untuk berdamai dengan masa lalu. Ia tidak seperti manusia kebanyakan yang sangat ekspresif ketika sedih atau senang. Sepertinya ia mengubur dalam-dalam kegelisahannya atau bahkan masa lalunya yang cukup gamang. Namun kebanyakan orang menganggapnya aneh. Bagiku tidak, ia unik.

Gadis ini sangat pelupa, tidak rapi, tapi cukup perhatian. "Passionmu apa ukhti?", Aku bertanya di sela-sela obrolan kita yang cukup serius soal kehidupan. "Hm, apa ya? Mungkin meneruskan kuliah S2, bekerja di media, atau apa ya? Bingung." Aku kemudian tersenyum, "Itu sekedar harapan? Atau sudah yakin hendak menjadi seperti yang kamu mau?". Si gadis hanya tersenyum. Kulihat kernyitan dahinya, mungkin ia sungkan bercerita mengenai kehidupannya lebih dalam. "Aku lagi nyari narasumber nih buat buku, first book sih lebih tepatnya, kayaknya ukhti cocok deh", kali ini aku benar-benar blak-blakan. Kemudian si gadis tersenyum kembali dan mulai menceritakan kisahnya lebih detail.

Ternyata semakin sering bertemu orang, semakin banyak mendengar kisah dari beragam manusia membuatku bersemangat merangkai kata, menuliskannya dengan gembira dan ingin rasanya menginspirasi banyak orang lainnya. Ini harapanku yang kuyakini benar terwujud. Barangkali ada banyak manusia memiliki harapan. Harapan itu terpatri kuat. Tidak hanya dalam hati, tapi juga pikiran bahkan jiwa itu sendiri. Tapi sayang, harapan hanya sebuah ilusi jika kita tidak yakin benar bisa mewujudkannya. Harapan bersifat stagnansi, ia berdiam diri, tidak berpindah, tidak beranjak. Tidak berani bersikap, tidak terkatakan. Tercekat dalam nurani, kosong tak bernyali.

"Aku ingin berdamai dengan masa lalu, harapanku. Tapi aku tidak yakin bisa mewujudkannya." Kata si gadis sore itu. "Nah, itu yang perlu kau perbaiki Sholihah, jangan hanya berharap, tapi yakin. Bertindak. Bagaimana engkau tau harapan itu terjawab dengan pasti jika engkau tidak bersikap, keyakinan itu merubah keadaan", jawabku mantap. Terkadang masa lalu membuat detik terlampau lama, kadang pula kita terjebak dengan keegoisan diri, tidak berani breaking the limit, tidak berani keluar dari zona nyaman. Dengan masa lalumu yang luar biasa itu coba dijadikan bahan muhasabah diri, refleksi diri. Betapa Allah sungguh sangat mencintaimu, ukhti. Sangat mencintaimu.

Maka mulai hari ini, lupakan air mata kesedihanmu meratapi masa lalu kelam dan tatap hari esok dengan keyakinan bahwa kamu juga berhak bahagia". Senyum dan jangan lupa, kamu berhak bahagia. Terima kasih telah menjadi narasumber dari tulisan pendekku hari ini. Masya Allah, Tabarakallah. Semoga Allah senantiasa tulus menyayangimu. Uhibbuki Fillah, Sholihah ❤

Semarang, 2018
Coretan menjelang tidur

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Fitrah Based Education [Part 1]: 8 Fitrah Manusia

Sibling Rivalry

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework

Laut tak pernah meninggalkan pantainya :)