Jangan Berhenti Jadi Orang Baik [Part 2]

...Dan berbuat baiklahSungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik (QSAl Baqarah: 195).
"Kamu jadi orang jangan terlalu baik lah Ken, nanti disalahartikan kebaikanmudikira PHPdikira punya perhatian lain. Jadi orang tu biasa aja, jangan terlalu baik lah, manusia kan ga harus jadi baik terus." Astagfirullah, seketika aku diam mendengar pemaparan seorang teman. Hatiku seperti dipecut dengan keras, ini sindiran yang cukup menghujam. Membuatku merenung dan introspeksi diri. Sungguh, Allah Maha Baik, menutupi segala dosa dan aibku dengan sangat baik. Kalau saja dosa itu serupa noktah hitam, mungkin wajahku penuh dengan noktah hitam itu. Kalau saja dosa itu berbau, mungkin bauku sangat tidak enak. Apakah kebaikan itu berdurasi? Apakah kebaikan itu memilih dan dipilih? Apakah kebaikan itu punya batasan? Apa kebaikan itu perlu kompromi?. Aku berpikir keras.

Teringat pesan Bapak dan Ibu, berbuat baiklah kepada siapapun, dengan niat karena mencintai Allah, berbuat baiklah kepada siapapun tanpa ada niat yang lain. Fokus pada Allah. Tanggapan orang lain tidak perlu dihiraukan, bukankah tidak semua manusia bisa merespon kebaikan dengan kebaikan pula? Bukankah proses kehidupan menempa kita menjadi pribadi sebagaimana orang tua mendidik kita?. Aku belajar dari Ibuku yang sangat baik kepada semua orang, tanpa durasi tanpa prasangka. Begitu pula Bapak yang selalu baik kepada siapapun. Salahkah seorang anak meneladani sifat keduaorangtuanya? Bukankah kita sebagai seorang manusia sudah selayaknya berbuat baik?. Aku tak bisa menyembunyikan kegamanganku, aku menangis sejadi-jadinya. Ini ujian Ken, ini cara Allah menempamu...

"Hatimu itu ada dimana Ken? Kamu terlalu positif memandang respon orang lain. Kamu ga peka!" Lagi-lagi temanku melontarkan pernyataan luar biasa. Astagfirullah, indeed.. Aku memang tidak bisa menerka respon dan tanggapan orang lain atas sebuah kebaikan. Bukankah kita tidak perlu berprasangka dalam hubungan antar sesama manusia? Faghfirlii Ya Rabbi, Faghfirlii.. Ampuni aku yang tidak peka terhadap perasaan orang lain. Aku kira semua orang sudah selayaknya berbuat baik dan bukankah Engkau mencintai orang-orang yang berbuat baik?.

Rasullulah SAW bahkan mengajarkan kepada kita untuk berbuat baik kepada siapapun, termasuk kepada orang yang sangat membencinya bukan? Kepada wanita buta yang setiap hari disuapi tanpa mengetahui siapa sebenarnya yang menyuapi. Bukankah kisah itu menjadi teladan bagi kita umatNya?. Lalu apa yang diperdebatkan dari sebuah kebaikan?Kamu bisa bikin orang menyalahartikan kebaikanmu!. Kalau itu alasannya, permasalahan responsif kebaikan ada pada hati. Dan hati itu milik Allah. Kita tidak seharusnya menelisik lebih dalam perkara hati orang lain. Itu milik Allah sepenuhnya. Tak bisakah kita positive thinking saja?. Tak bisakah kita tawadhu saja?. Aku sesungguhnya tidak sebaik yang engkau kira dan tidak seburuk yang terlintas di hatimu, hanya Allah saja yang tau bagaimana aslinya aku.

Ken, open your eyes!.
Klo semisal kebaikanmu itu menimbulkan rasa harap manusia terhadapmu bagaimana?. Lagi-lagi pertanyaan temanku ini mengusik. Segala hal yang berkaitan dengan hati itu datangnya dari Allah, tentu yang baik. Dan setiap manusia fitrah merasakan itu. Tapi itu tak lantas membuat kita tidak berbuat baik kan?. Aku teringat dengan kisah Fahri di Novel Ayat-Ayat Cinta (AAC), kebaikannya membuat Maryam, gadis Kristen koptik tetangganya jatuh cinta padanya. Itu fitrah sebagai seorang manusia. Namun, apakah lantas Fahri berhenti berbuat baik? Tidak bukan? Bahkan di Novel AAC 2, Fahri sangat baik bahkan terlalu baik.

Jangan berhenti jadi orang baik, karena orang baik selalu dicintai Allah. Itu yang seharusnya menjadi pedoman. Perkara respon kebaikan, itu ranah hati. Hati itu milik Allah. Aku juga bukan sebaik yang orang kira, hanya Allah tutup saja aib itu disisiNya. Setiap orang itu baik dan jangan pernah berhenti jadi orang baik. Yang penting menjaga izzah dan iffah sebagaimana Islam mengajarkan.

*Wallahu alam bishawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fitrah Based Education [Part 1]: 8 Fitrah Manusia

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Belajar Dari Daun

Sabar Seluas Samudra

TANGISAN KERINDUAN BERDAKWAH