Benarkah Ujian Hidup itu Berat?

Terkadang, ada hal yang tidak bisa diungkapkan dengan lisan. Ia bersemayam dalam hati begitu lama. Hanya Allah yang tau bagaimana kisah manusia tersembunyi begitu rapat. Manusia hanya melihat dari riuh riang tawa saja, tidak tau bagaimana kesedihan dibalik segalanya. Manusia hanya mengetahui dan menginginkan bahagia saja, tidak mau tau seberapa nganga luka itu ada. Terkadang pula manusia merasa ia paling merana sedunia dan hanya menginginkan rasa manis saja. Dunia bukanlah surga yang berisi kemewahan dan kebahagiaan. Tentu ada dinamika disana.

Kembali teringat di masa lalu, bahwa Allah tidak pernah salah menentukan jalan hidup manusia. Bisa saja lurus tak berhalang atau berkelok penuh rintangan. Masing-masing dari kita memiliki mozaiknya masing-masing. Dan setiap cerita kehidupan menemukan akhirnya sendiri. Ada yang happy ending, sad ending bahkan menggantung atau sering disebut twist ending. Hidup memang tidak lain adalah sendau gurau dan permainan.
Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti? [QS. Al-An'am: 32]
Sebagai manusia yang beriman dan meyakini benar akan kuasa Allah seharusnya patuh dan ikhlas atas segala takdir yang diberikan meskipun rasanya berat. Namun, benarkah ujian hidup kita berat?. Tengoklah kisah Nabi Nuh yang bahkan istri dan anak-anaknya tidak mengikuti dakwahnya. 950 tahun dicemooh dan dihiraukan orang lain yang pada akhirnya Allah anugerahkan bahtera sebagai penyelamatnya meskipun bertemankan para binatang.

Belajarlah dari kisah Bunda Maryam yang dengan payah mengandung Isa As dan difitnah melahirkan anak tanpa seorang ayah kemudian Allah anugerahkan surga terindah untuk beliau. Ambillah hikmah dari Hajar yang dengan rela mencari air untuk anaknya, berlari hingga Safa ke Marwah kemudian barakah air terpancar untuk kemaslahatan ummat. Belum lagi kisah hari Nabi Ibrahim yang dengan rela menyembelih Ismail anak semata wayangnya demi cinta yang membuncah kepada Allah Azza Wa Jalla. Atau kisah Rasullulah SAW yang bertubi-tubi dukanya ketika paman dan istri tercinta Khadijah Ra wafat.
“Ya Rasûlullâh! Siapakah yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab, “Para Nabi kemudian orang-orang yang semisalnya, kemudian orang yang semisalnya. Seseorang akan diuji sesuai kadar (kekuatan) agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujiannya akan bertambah berat. Jika agamanya lemah maka akan diuji sesuai kadar kekuatan agamanya” [HR. at-Tirmidzi no. 2398, an-Nasâi no. 7482, Ibnu Mâjah no. 4523]
Sungguh kisah kita saat ini, ujian maupun cobaan yang Allah berikan saat ini tidak lebih besar dari kisah para pendahulu. Dengan binar dan keikhlasan para pendahulu menerima segala takdir yang mereka dapatkan semata-mata rasa tunduk pada Sang Maha Esa. Maka jika kita saat ini merasa masalah kita sebesar lautan sudahkah kita belajar dari para Nabi dan Rasul yang begitu dahsyat ujiannya namun mereka tetap tegar lagi tangguh?. Ikhlas menyerahkan segalanya kepada Allah SWT, itulah kunci ketenangan jiwa.

Ujian laksana batu yang menancap diatas gunung namun sangat dibutuhkan sebagai bahan dasar membuat gedung. Ujian sejatinya adalah pemanis kehidupan sebagai tanda bahwa Allah sungguh mencintai hambaNya. Maka bersabarlah dan bertakwalah, serahkan segala urusan hanya kepada Sang Maha Besar, Allah.

Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu benar-benar akan mendengar dari orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan [Âli ‘Imrân/3 : 186]
Muhasabah, Oktober 2017
#MariBerbenah!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Sabar Seluas Samudra

Sekuat Apa Jika Kau Seorang Diri?

Tak Ada Beban Tanpa Pundak

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework