Tak Ada Beban Tanpa Pundak

Takkan aku bertanya mengapa harus terjadi

Karna aku yakini tak ada beban tanpa pundak
Kau uji aku karna ku bisa melewatinya
Ini yang terbaik bagi hidupku.. semua hanya ujian 

Biarkan aku oh malam...
Menangis di sepanjang sholatku
Karna hanya Allah yang bisa membuatku tegar
Menjalani semua ini..

Biarkan aku oh malam...
Bersimbah rahmat dan ampunanNya
Badaipun pasti berlalu menguji imanku
Aku serahkan pada Illahi


[Edcoustic_Tak Ada Beban Tanpa Pundak]


Amanah tak pernah salah memilih pundak, ia meyakini bahwa setiap pundak memiliki amanahnya masing-masing. Ada yang ikhtiarnya selangit namun hasilnya nol besar, ada yang ikhtiarnya segunung hasilnya hampir tak ada, ada yang ikhtiarnya hanya selangkah hasilnya beranak-pinak, ada juga tanpa ikhtiar hasilnya tak terkira. Jika seluruh amanah dinilai dengan hitungan angka, menakar untung rugi, maka yang di dapatkan hanya keletihan tiada tara, kekecewaan yang tak berujung juga tangisan yang berderai. Bagi umatNya, amanah seharusnya tak bertolak ukur. Ia semacam asuransi dan garansi kita kepada Allah. Jika kita lakukan dengan ikhlas, tulus tanpa meminta hasil ter sempurna, maka tawakal adalah yang terbaik dari segala upaya. Hasil bukan soal, ia adalah bonus dari yang pernah terpikirkan. Bagaimana dengan kita selama ini?. Masihkah merasa bahwa amanah yang ada di pundak kita semacam investasi bernilai dan hasilnya harus sempurna? Tentu tidak bukan?.

Ada yang lebih hebat lagi dari semacam amanah, orang awam mengatakan sebagai beban. Ada yang mengatakan beban berat, beban tak berkesudahan bahkan beban paling menderita dalam hidup. Tak ada beban tanpa pundak, itu yang seharusnya diyakini. Ada yang hidupnya menderita karena masalah ekonomi, namun keluarganya sempurna. Ada yang hidupnya bergelimang harta, penganut hedonis paling hebat sedunia, namun jauh dari agama, ada yang sederhana namun dermawan, ada yang jabatannya paling superior namun keluarganya entah pergi kemana. Semuanya disebut problematika kehidupan. Tentu kita semua pernah bahkan saat ini mengalaminya. Itulah art of life, seni kehidupanNya. Ibarat film, sutradara terbaik selalu mendefinisikan script dalam sebuah adegan atau beberapa adegan, menciptakan cerita dengan visualisasi, menggabungkan tema, cerita, setting, dialog dalam sebuah lensa kamera. Kitalah pemain dalam film tersebut, dan sutradara terbaik adalah Allah SWT. Maka jalani saja skenarioNya, jalani dengan keikhlasan, jalani sesuai apa yang terbaik menurutNya.

Tentu kita akan merasakan bahagia, sedih, kecewa dalam setiap kehidupan yang kita jalani. Tentu saja karena kita memiliki perasaan. Perasaan kita sama halnya seperti yang lain. Ini lah cara Allah memberi rasa pada umatNya. Selama kita masih merasakan desahan napas, perputaran rasa itu akan selalu ada. Menangislah sepanjang itu tangisan yang kau tujuan pada Allah, menangislah sepanjang itu mahabbah kepadaNya, atau berbahagialah sepanjang rasa syukur kepada Allah, berbahagialah sepanjang itu kenikmatan yang Allah berikan. Semuanya kita bingkai dalam koridor syar'i, yang dengannya akan membuat sakinah di hati.

Bersyukurlah bagi mereka yang teramat banyak amanah dan bebannya sehingga kaki rasanya lunglai untuk melangkah, bahkan lidah kelu tak bisa berucap, atau air mata yang kering karena sering menetes. Semuanya bagian dari cintaNya yang sesungguhnya luar biasa. Maka jika saat ini terlalu banyak masalah yang mendera maka disitulah Allah sedang teramat cinta. Maka bersyukurlah. Tak henti bersyukur. Subhanallah walhamdullilah. Maka jika saat ini tak ada waktu untuk beristirahat karena begitu banyak amanah maka bersyukurlah, setiap detik dari desahan napas adalah karunia dan bernilai ibadah disisiNya. Maka jika saat ini tak ada satupun yang menolong maka cukuplah Allah sebagai penolong. Yakinlah bahwa tak ada beban tanpa pundak dan kau tau pundak terbaik itu siapa. Dialah yang dengan setia mencintaiMu dalam keadaan apapun. Allah Ya Rahman.

**Untuk ikhwah yang sedang putus asa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Sekuat Apa Jika Kau Seorang Diri?

Sabar Seluas Samudra

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework

Fitrah Based Education [Part 1]: 8 Fitrah Manusia