Zakat is The Solution: Catatan Seorang Amilin

Jika filantropi islam di Indonesia kuat diikuti dengan kesadaran masyarakatnya wajib berzakat (seperti layaknya amnesti pajak yang hegemoninya seantero bangsa) insya Allah ekonomi Indonesia akan lebih makmur, mengingat Indonesia adalah negara mayoritas muslim terbesar nomor satu di dunia.

Berdasarkan Undang-Undang Zakat No 23 Tahun 2011 bahwa Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Wajib zakat ini adalah perorangan maupun Badan Usaha yang pendapatannya telah mencapai nishob yaitu setara dengan 653 kg beras (dengan asumsi harga beras Rp 10.000,-).

Berdasarkan PDB tahun 2010 potensi zakat di Indonesia sebesar Rp. 217 Triliun. Dengan metode esktrapolasi, potensi zakat tahun 2015 sebesar Rp. 280 triliun dan realisasinya diperkirakan Rp. 4 triliun atau kurang dari 1,4% dari potensinya.

Penduduk Indonesia menurut perkiraan BPS tahun 2015 sebesar 255,5 juta jiwa dan di tahun 2035 akan mencapai 305,4 juta jiwa. Asumsi jumlah muslim Indonesia 83% dari populasi maka potensi wajib zakat tahun 2015 sebanyak 212 juta jiwa dan di tahun 2035 mencapai 253 juta jiwa. Harga beras rata-rata tahun 2015 sebesar Rp. 9.500 per Kg, maka potensi zakat fitrah berupa beras 2,5 Kg saja yang wajib per kepala sebesar Rp. 5 triliun lebih.

Itu baru zakat fitrah, bagaimana jika potensi zakat maal juga masuk ke dalam potensi zakat di Indonesia?. Potensi zakat yang sangat besar ini dapat menjadi sumber dana masyarakat selain pajak untuk menggerakan perekonomian, menghapuskan kesenjangan sosial dan mampu menghapuskan kemiskinan. Pengelolaan zakat yang terintegrasi, tersistem dan terpadu akan menjadikan tujuan zakat tepat sasaran dan membawa Indonesia sejahtera dan menjadi negeri yang diberkahi Allah. Zakat is The Solution bagi Ekonomi bangsa.

Jika regulasinya baik, SDM nya mumpuni, sistemnya teratur, kredibilitasnya oke, ga bisa ngebayangin bagaimana kuatnya ekonomi Indonesia. Mungkin Indonesia tidak perlu meminjam hutang ke luar negeri. Jika Indonesia bisa menaikkan 1,4 % realisasi zakat menjadi 10% pertahun hingga mencapai 100% dari potensi zakat yang ada, Masya Allah Indonesia akan menjadi negara maju yang sungguh sejahtera. Hegemoni yang terjadi sekarang ini adalah, masyarakat Indonesia masih sangat konsumtif. Banyak yang belum memahami bahwa zakat adalah salah satu kewajiban seorang muslim.
“Islam didirikan di atas lima hal, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan haji ke Baitullah jika mampu.” (muttafaq alaih)
Allah SWT mendorong kaum muslimin untuk membayar zakat dengan menjelaskan manfaat zakat bagi kebersihan jiwanya. “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka….” (At-Taubah: 103)

Membayar zakat adalah salah satu sifat orang bertakwa. “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Adz-Dzariyat: 19)

Namun, kadangkala ada juga yang tidak setuju jika ekonomi dikaitkan dengan agama. Yang notebene-nya Indonesia ini sudah menganut sistem ekonomi demokrasi. Padahal kalau mau belajar dari Turki yang bisa merubah sekulerisme menjadi negara ber-religiusitas baik, Indonesia maybe bisa jadi incaran banyak negara untuk menanamkan modalnya.

Sebenarnya blueprint Ekonomi Syariah di Indonesia sudah cukup terealisasi dengan baik. Hampir seluruh bank Konvensional memiliki UUS (Unit Usaha Syariah) atau BUS (Bank Umum Syariah). Lembaga Zakat bermunculan, bahkan Sekuritas Syariah pun sudah marak dipasaran. Sinergi yang kuat antara masyarakat dan pemerintah diperlukan agar Ekonomi Syariah dapat menjadi penopang Ekonomi bangsa.

Referensi:
www.bps.go.id
Al Qur'an Nur Kariim

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Sekuat Apa Jika Kau Seorang Diri?

Sabar Seluas Samudra

Fitrah Based Education [Part 1]: 8 Fitrah Manusia

Mengapa Takut Pada Lara?