Melukis Langit [3]
NOVEL PART
3
NEVER
ENDING STRUGGLE
The
foundation of everything is a good family. Keluarga Edy
Tetuko Harisastro bersama Wulandari Astuti membuktikannya. Bahwa cinta yang
dibangun di atas cintaNya sungguh membahagiakan walau tidak luput dari ujian.
Langit anak pertama mereka tumbuh berkembang seperti apa yang mereka harapkan,
memiliki kebaikan dan kelembutan hati, berani namun santun, peduli namun tidak
menggurui. Langit menjadi kakak terbaik untuk keempat adiknya yang luar biasa,
Laut yang sangat cerdas, Awan yang penuh perhatian serta Fajar dan Senja yang
sangat penurut. Mereka menjadi anak-anak kebanggaan orang tuanya, sekalipun
mereka tak punya harta berlebih untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, namun
cinta Edy dan Wulan yang menguatkan hati mereka. They are a good family, forever!.
Langit memutuskan untuk
tidak mengikuti widya wisata ke Bali, tidak ada lagi uang untuk membawanya
kesana, kota Denpasar yang indah di pelupuk mata kini tak lagi nampak. Padahal
melihat senja di Kuta Beach adalah cita-citanya. Ia rindu pula melihat
terbitnya matahari di Tanah Lot. Ia memimpikan bisa menginjakkan kaki dan
melihat indahnya ciptaanNya dengan pelupuk matanya. Namun Langit bahagia, ia
bisa memberikan senyum terbahagia untuk adiknya Awan yang akan pulang dari
rumah sakit. Bapak yang masih di Jakarta kemudian menelponnya.
“Assalammualaykum, my beautiful sky, Bapak akan pulang
besok nak. Bapak punya oleh-oleh buku banyak sekali.”
“Waalaykumussalam, Pak.
Wah, Alhamdullilah. Langit seneng banget, adik-adik pasti seneng.”
“Berangkatlah ke Bali
nak, Bapak sudah transfer, nanti Langit minta ke Ibu ya.”
“Ga Pak, Langit di
rumah aja, menjaga adik-adik.”
“Bukankah Langit rindu
pada matahari terbenam yang lembut seperti lukisan Bapak tempo hari? Langit
suka melihat senja di laut kan? Langit pernah bermimpi untuk pergi kesana
bersama orang-orang yang Langit cintai?. Pergilah Nak!.”
“Orang-orang yang
langit cintai ada disini Pak, Ibu dan adik-adik dan tentunya Bapak.”
“Love u My Sky, tapi suara ombak lebih merdu lho daripada suara Ibu.
Yang kau cintai adalah mimpimu bukan? Kejar mimpimu, Berangkatlah nak, Bapak
memohon. Bapak akan sangat bahagia jika Langit mau berangkat.”
“Baiklah, jika memang
suara ombak lebih merdu dan matahari terbenam Bali lebih indah maka Langit akan
berangkat. Love u too Pak, so much.”
Maka Langit pun
berangkat ke Bali. Bersama seluruh mimpi-mimpinya. Bapak begitu memahami bahwa
anak perempuannya itu sangat menyukai matahari terbenam, suara deburan ombak
dan angin laut yang mendamaikan.
***
Edy Tetuko bahagia
sekaligus penuh haru akhirnya ia bisa mendekap mesra istrinya, memeluk kelima
anaknya. Keluarga adalah segalanya, ada rasa bahagia beresonansi merdu dalam
hatinya. Alhamdullilah akhirnya ia bisa berkumpul bersama keluarganya. Namun
ada sesuatu yang membuat lidahnya kelu untuk menceritakan apa yang sebenarnya
sedang ia rasakan. Ia menunggu sang istri selesai mengaji agar hatinya lebih
tegar. Ia duduk di sebelah istrinya yang masih mengenakan mukena dan menutup
mushafnya.
“Sayang, ada yang ingin
Mas bicarakan denganmu, mohon untuk mengerti.”, Edy memulai untuk menerangkan
“Ada apa Yang?.
Sepertinya kulihat dari tadi engkau mengkhawatirkan sesuatu?” jawab sang istri
dengan lembut
“Mas tidak lagi bekerja
dengan Endar. Jakarta adalah kota yang luar biasa, Mas tidak kuat ketika harus
berjauhan denganmu dan anak-anak. Mas ingin membuka galeri saja dirumah, sambil
terus menulis naskah drama atau puisi. Asal ada engkau dan anak-anak Mas
tenang. Menurut Non bagaimana?” Edy menatap istrinya dengan penuh harapan
“Non menurut padamu
Yang… keputusanmu pasti yang terbaik”, senyum Wulan mendamaikan
“Namun, hasilnya
mungkin tidak sebanyak Mas bekerja di Jakarta dengan pesanan lukisan banyak
atau ketika Mas bekerja dengan Endar. tentu pekerjaan ini tidak tetap. Mas
menunggu pesanan”, Edy mulai membuka percakapan serius
“Insya Allah, Allah
akan bukakan pintu rejeki dari manapun. Non mendukungmu membuka Galeri di
Semarang. Coba kerjasamakan dengan Anwar, beliau punya link ke Pemkot dan Taman
Budaya bukan? Sudah saatnya kota ini punya Galeri dan Taman Budaya. Non yakin,
Allah pilihkan engkau, Yang”, pelukan sang istri menghangatkan suasana.
Edy
merasakan kelegaan tiada tara ketika sang istri menyetujuinya untuk kembali
berkarya di Semarang. Soal rejeki sudah ada yang mengatur. Ikhtiar dan
keyakinan lah yang sebenarnya dibutuhkan. Dan perjuangan keluarga mereka
dimulai dari ini.
***
Semarang,
2008
Langit menjadi lulusan
terbaik dengan nilai rata-rata 9,8 dari 6 mata pelajaran di sekolahnya. Ia
kebanggaan keluarga Edy Tetuko dan Wulandari Astuti. Sang Adik, Laut dan Awan
pun memberikan kado terindah mereka. Pelukan hangat dan kejutan pernak-pernik “Happy
Graduate” di kamar sang kakak membuat Langit menangis haru. Hasil ujian ini ia
persembahkan untuk keluarganya yang bahagia, yang tak pernah berhenti mendukung
dan mendoakannya.
Langit diterima di
sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dengan full beasiswa hingga lulus kuliah.
Tentu ini membuatnya bahagia karena Bapak & Ibu tidak perlu memikirkan
biaya pendidikannya lagi. Langit pun berjanji pada Bapak & Ibunya, ia akan
menjadi wisudawan terbaik dengan segudang prestasi. Ia pun berencana untuk
menambah uang sakunya dengan menjadi guru les mata pelajaran untuk anak-anak SD
dan SMP. Mengingat kecerdasannya yang luar biasa tentu hal ini insya Allah
dapat ia lakukan tanpa mengganggu jadwal perkuliahannya.
Laut menjadi ketua OSIS
sekaligus Komandan Paskibraka di sekolah menengah atasnya. Ia pun selalu
menorehkan prestasi. Tak jarang ia sering mengikuti lomba mata pelajaran dan
mendapat piala serta lomba paskibraka yang melambungkan namanya. Berbeda dengan
Laut, Awan yang tidak jago matematika memilih untuk masuk ke Sekolah Menengah
Kejuruan jurusan Grafis. Ia suka menggambar, dan sense of art nya sangat kuat.
Si Kembar Fajar dan Senja
pun tak kalahnya, Fajar hobi sekali menulis. Entah bagaimana caranya ia bisa
menghasilkan uang dari Blognya. Tulisannya semakin banyak dan luar biasa,
traffic blognya menaik tajam. Tulisan khas anak remaja, yang penuh dengan
dinamikanya. Senja suka memasak, ia hobi sekali membuat kliping resep masakan
kemudian ia coba di rumah. Hasil masakannya ia jual sebagai tambahan uang sakunya.
Mereka anak-anak yang
sangat luar biasa. Dibesarkan dengan airmata perjuangan orang tuanya namun
berkembang menjadi anak-anak yang mandiri dan berdedikasi. Edy dan Wulan sangat
mencintai anak-anak mereka.
Satu bulan Edy tidak
mendapat pesanan lukisan maupun Naskah Drama, rumah tangga sepenuhnya dari
hasil Wulan menjadi penyiar. Anak-anak mereka tidak pernah menuntut ini itu, mereka masing-masing memiliki cukup dana
untuk naik bus ke sekolah dan sisanya untuk ditabung dari hasil usaha mereka
masing-masing. Sungguh, keluarga sederhana yang membahagiakan. Kesederhanaan
hidup membuat mereka mengerti bahwa Allah sungguh mencintai mereka.
Suatu hari mereka
terlibat percakapan yang hangat dan penuh cinta di halaman belakang rumah
sambil menikmati teh yang diseduh dengan air jeruk nipis dan ketela goreng
buatan Ibu.
“Apa impian terbesarmu,
Senja?” Bapak memulai percakapan sambil menyeruput teh hangat favoritnya.
“Aku pengen jadi bisnis
woman Pak, bisnis kuliner tepatnya. Aku mau kerja dulu lulus SMK nanti. Sambil
nabung 1 tahun terus kuliah Manajemen Bisnis. Aku suka masak, dan aku tau apa
mauku. Gimana menurut Bapak?”
“Indah sekali impianmu
Nak, Bapak dukung jadi apapun itu. Asal ada satu syarat: Kalau sudah sukses ga
boleh lupa akar. Jangan lupa banyak zakat dan sedekah. Itu membuatmu mulia
dimata Allah my little princess”,
Senja pun mengangguk dan memeluk Bapaknya sambil tersenyum penuh kegirangan.
“Kalau Fajar? Apa impianmu
Nak?” tanya Bapak
Fajar yang sedang asyik
bermain dengan kucing mereka pun kemudian mendekat, “Aku pengen jadi penulis
seperti Bapak, aku pengen kuliah sastra, pengen jadi sineas di balik layar. Aku
pengen bikin film Pak. Film yang baik, yang bermanfaat dan menginspirasi. Aku
pengen merubah kebiasaan orang yang ga suka baca jadi suka baca, yang ga suka
film jadi suka film. Tapi menginspirasi mereka untuk jadi lebih baik.” Fajar
menjelaskan mimpinya.
“Masya Allah itu mulia
sekali Nak, Bapak yakin kamu akan mewujudkan mimpi-mimpimu itu sayang”, Bapak
mengangguk sambil menyandarkan punggungnya ke kursi kayu kesayangannya.
Tiba-tiba Awan pun
menjelaskan mimpinya dengan semangat “Kalau Awan, Awan ingin jadi orang
kantoran aja, jadi Graphic Designer
perusahaan kelas dunia. Dari desain Awan, banyak orang terbantu menjual
produknya.”
Bapak tersenyum lega “Wah,
itu cita-cita luar biasa Nak, kamu pintar desain, kamu pasti bisa jadi yang
terbaik sayang. Tekun yaa. Kalau Laut bagaimana Nak?”
“Aku pengen kuliah
Politik di Undip Pak, pengen jadi PNS. Hehehe… Aku pengen kerja jadi pengawas Pemilu,
Indonesia akan maju kalau aku ada di dalamnya. Aku punya konsep Pemilu yang
baik Pak, aku mau menjadikan sengketa Pemilu zero alias ga ada. Indonesia jadi
negara demokrasi yang bersih”. Jawab Laut mantap
“Abdi Negara? Great! Sejak kecil kamu hobi baca buku
politik dan biografi tokoh dunia, kamu aktivis sekolah dan banyak prestasinya.
Kamu cerdas dan analisismu baik. Bapak yakin kamu pasti bisa sayang.”
Kemudian secara
bersamaan mereka bertanya, “Kalau Kak
Langit? Apa Kak?”
“Pengen jadi yang Bapak
Ibu ridhoi, Langit pengen jadi orang yang baik & bermanfaat. Pengen kuliah
S2, jadi praktisi Ekonomi Syariah. Kasian Indonesia dibelenggu dengan Ekonomi
Neo Kapitalis. Langit pengen kerja jadi Amil Pak, Rasullulah bersabda
Sebaik-baik profesi adalah profesi Amil, tapi tetep nerusin S2 dan jadi
praktisi yang mengajar.
“Masya Allah Nak, itu
cita-citamu sangat menyentuh sekali. Bapak harap kamu bisa mewujudkan impian
mulia itu, my beautiful sky.”
“Aamiin”, mereka
bersamaan mengucapkan sambil menundukkan kepala seraya berdoa penuh
kekhusukkan.
Ibu mereka pun melihat
dengan penuh keharuan hingga tak terasa ada bulir-bulir kecil yang menetes di
ujung matanya. Semoga kelak mereka menjadi anak-anak kebanggan agama yang mulia
akhlaknya, doa Ibu mereka dalam hati.
To
Be Continued…
Next Episode: Melukis
Langit Part 4 “LOVE”
Baca Melukis Langit Sebelumnya:
Part 1 "HOPE" Melukis Langit [1]
Part 2 "FIRST STRUGGLE" Melukis Langit [2]
Baca Melukis Langit Sebelumnya:
Part 1 "HOPE" Melukis Langit [1]
Part 2 "FIRST STRUGGLE" Melukis Langit [2]
Komentar