Menghujani Matahari dalam Lautan Bernama Langit

Assalammualaykum Ikhwah, Alhamdullilah... Wonderfull day, right? Sudahkah membaca minimal 25 halaman hari ini? Hopefully sudah yaa :). Bagi blogger seperti saya (ciyeee blogger ;p), membaca laman blog milik teman adalah salah satu hobi sekaligus penyambung silaturahmi. Banyak hal yang kita dapat dari membaca blog, sharing tulisan juga saling memberikan saran maupun kritik. Salah satu blogger (eh bukan, tumblr) favorite saya adalah Kurniawan Gunadi. Coba cek tumblr nya yaa :) kurniawangunadi.tumblr.com. Very inspiring :).

Waktu tau kumpulan cerita, lebih tepatnya prosa yang ditulis dalam akun blognya akan dibukukan dalam indie books (sebutan untuk penulis indie, yang menjual bukunya terbatas via pre order melalui akun pribadinya), rasa penasaran pun menggelayuti. Maklum, sesama penulis blog pasti penasaran ketika salah satu inspiratornya akan menerbitkan sebuah buku. Dan lahirlah "Hujan Matahari", buku kumpulan prosa. 

Banyak cerita-cerita yang sarat akan nasehat di dalamnya, seperti cerita "Benang Layang-Layang" "Dialog" "Suatu Sore Di bawah Pohon Randu" "Nilai-Nilai Dan Perempuan" "Akar" "Mencintai Kehidupannya" "Pengembara" "Pangeran Ibunda Ratu" dan cerita "Perjuangan”. serta "Kisah Yang Tersemat Pada Sebuah Kamera Tua" yang menceritakan tentang seorang ayah yang rela menjual kamera tuanya (satu-satunya benda kesayangan miliknya) untuk dijual demi kebahagiaan putri kecilnya, "Masa depan dan perasaan Nisa lebih berharga daripada sebuah kamera" ujarnya parau kepada istrinya. Duhai, meleleh saya membacanya. Sama halnya ketika saya membaca Sabtu Bersama Bapak-nya Adhitya Mulya.

Secara garis besar, buku yang memuat kumpulan 120 cerpen dan prosa pendek karya Kurniawan Gunadi (Mas Gun) ini terbagi menjadi 3 bab yakni; gerimis, hujan dan reda. ketiga bab ini (seperti) membentuk sebuah satu kesatuan. membacanya membuat saya seperti sedang (ke)gerimis(an), lalu tiba-tiba saya (ke)hujan(an). setelah basah kuyup (ke)hujan(an), tiba-tiba saya takjub sendiri karena saya tiba-tiba melihat pelangi!.

MasGun, panggilan akrab penulis yang ternyata kuliah di fineart, ITB ini menerbitkan buku ke 2 yang berjudul Lautan Langit. Sama seperti buku pertamanya, semua prosa berhasil menerjemahkan riak-riak jiwa ke dalam bait kata-kata. Sebenarnya bagi yang tidak suka sastra tentu mengatakan buku ini terlalu nyastra, tapi bagi saya buku ini mewakili keadaan hati dan jiwa dalam satu frame, terkesan tidak menggurui namun santun menuturkan kata. 

Ada yang sudah baca bukunya? Yuk diskusi bareng :).
“Setiap orang yang kita temui tengah bergelut dengan dunianya sendiri. Dunia yang tentu saja sebagaimana dunia yang kita pijak hari ini, memiliki lautan dan langit. Tempat yang luas untuk menampung segala keresahan dan ruang yang luas untuk dimaknai. Tempat itu adalah hati.”
Lautan Langit by Kurniawan Gunadi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Samudra

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework

Sibling Rivalry

Sekuat Apa Jika Kau Seorang Diri?