Muhasabah Diri

“Kita kadang merasa lebih benar, lebih baik, lebih tinggi, dan lebih suci dibanding mereka yang kita nasehati. 
Hanya mengingatkan kembali kepada diri ini: jika kau merasa besar, periksa hatimu. Mungkin ia sedang bengkak. 
Jika kau merasa suci, periksa jiwamu. Mungkin itu putihnya nanah dari luka nurani. 
Jika kau merasa tinggi, periksa batinmu. Mungkin ia sedang melayang kehilangan pajakan. 
Jika kau merasa wangi, priksa ikhlasmu, mungkin itu asap dari amal shalihmu YANG HANGUS DIBAKAR RIYA'.”  
― Salim Akhukum FillahDalam Dekapan Ukhuwah
Assalammualaykum ikhwah, menulis di tengah perjalanan itu mengasyikkan. Sambil sesekali mengamati lingkungan sekitar. Sekedar melihat anak-anak berlarian, ibu menyusui anaknya atau orang tua sibuk membenahi barang bawaan, ada juga sekelompok penjual yang terus-menerus menjajakan barangnya. Masing-masing dari kita menjalani kehidupan seperti yang telah digariskan. Barangkali ikhtiar menjadi pijakan pertama dan tawakal sebagai keyakinannya. Tidak ada yang lebih indah selain mensyukuri setiap detik yang telah dilalui dengan sebaik-baik sikap juga lisan.

Barangkali kita ini manusia yang sering menawar, menuntut apapun yang menjadi keinginan kita kepada Allah. Menangis sejadi-jadinya meminta sesuatu yang kita amat inginkan, bergejolak batin jika permintaan itu tak kunjung terkabul. Kita lupa mungkin, bahwa masih sedikit yang bisa kita persembahkan kepada Allah. Bagaimana diri ini sombong dihadapan sorang lain, menganggap benar dan tak bersalah. Padahal Allah sangat baik menutup aib kita yang tak terhitung. Kita ini kecil dan tak ada apa-apanya dibanding segala karunia yang Allah berikan.

Barangkali kita merasa paling tinggi diantara yang lain. Merasa paling banyak manfaatnya dibanding yang lain. Padahal punya karya saja tidak, punya amal jariyah saja tidak, apalagi setidaknya bermanfaat bagi sesama. Kita terlalu angkuh menganggap secuil kebaikan dalam diri adalah sesuatu yang besar dan bermakna, padahal sebenarnya tidak. Secuil kebaikan itu layaknya debu yang tersapu angin, ia entah pergi terbawa kemana, bahkan sisanya saja tidak ada.

Barangkali kita merasa suci diantara yang lain. Menganggap bahwa kita, komunitas kita yang paling benar diantara yang lainnya. Padahal semua derajat dunia kita di mata Allah sama, hanya takwa yang membedakan kita. Hanya amal yang tulus karenaNya, bukan amal shalih yang terhapus riya dan kesombongan belaka. Kita ini terkadang tidak sadar bahwa seluruh amal akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Bahkan amal kecil ketika kita mengucapkan syukur barang sejenak.

Barangkali jika saat ini kita merasa besar daripada yang lain, mungkin hati kita sedang teramat sakit, bengkak dan tak bersih. Ternoda oleh barisan kesombongan, tak lezat beribadah dan merasa jengah di sepertiga malam. Barangkali air mata ini palsu tak tulus, barangkali kita sedang dirundung ujian yang mendera tak berkesudahan. Padahal semua kedukaan, kelemahan, kesakitan adalah cara Allah mencintai.

Barangkali kita sedang diuji, bahwa segala yang terjadi adalah rahmatNya yang tak pernah berhenti. Jujur dalam nurani, bersih dalam beramal, istiqomah berikhtiar, keyakinan untuk bertawakal dan bersyukur dalam hati adalah seindah-indah mencintai.

Semoga kita selalu mencintai dan dicintaiNya, dalam lingkaran kebaikan yang terus-menerus mengalir, dalam lingkupan hikmah yang tak pernah berhenti membersamai.

Aamiin
“Sebab hidup ini adalah ibadah kepada Allah, maka tugas kehambaan kita adalah mengemudi hati menujuNya.”
― Salim Akhukum FillahLapis-Lapis Keberkahan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Sibling Rivalry

Laut tak pernah meninggalkan pantainya :)

Sabar Seluas Samudra

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework