PUISI: RENUNGAN GAZA


Jalur Tak Bertuan

Tidak hanya di jalur sana dia ada, tapi
di mana-mana, barangkali juga di rumah kita
Pada mulanya dia tidak punya apa-apa,
tapi atas kebaikan ibunda diberi ruang kecil
Mula-mula dia datang baik-baik, seperti
pada umumnya tamu di kamar tamu

Benar, peringatanmu, bahkan filsuf tamu
akan mengincar setiap ruang, bahkan jiwa..

Ini lebih dari filsuf, yang percaya tentang
tanah yang dijanjikan dalam kitab suci
Hanya kekejaman yang bisa mengusirnya,
tapi kita manusia, dan dia juga manusia
Kita sesungguhnya tahu, bahwa kecerdasan
tidak cukup menjadi syarat sebagai manusia

Sungguh di luar perkiraan hati, bahkan tamu
bisa mengusir tuan rumah dan para filsuf...

Dengan berbagai cara dia punya akal bulus,
sedikit demi sedikit mengurai kulit aslinya
Sampai pada akhirnya tampaklah bulu-bulu
kebinatangannya, tanpa peduli dia punya fitnah
Lalu moncong dan taringnya, bahkan anakmuda
dia mangsa tanpa ampun, tanpa alasan rasa

Di mana sebenarnya kebenaran filsuf, antara
kebaikan hati dan kebenaran berpikir otak...

Bahkan kekuasaan adi kuasa di belakangnya,
yang membela atasnama perserikatan bangsa
Tidak percaya bahwa tanah adalah tempat
kebersamaan tiap pikiran ke dalam diri nubuat
Juga ranah bersujud setiap hati ke sang maha,
bukan sekadar wilayah berpatok nadir logika

Sungguhkah sejak muasal filsuf, kedua jiwa itu
terus bertarung, bahkan di dalam diri manusia.....

-Eko Tunas-

Puisi ini puisi yang dibuat oleh Bapak saya selepas berdiskusi dengan saya tentang Palestina dengan Jalur Gaza.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Sibling Rivalry

Sabar Seluas Samudra

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework

Laut tak pernah meninggalkan pantainya :)