Satu langkah Berjuta Harapan (@Kamandaka's Train)

Assalammualaykum ikhwah, rindu rasanya menggebu dalam kalbu. Sudah lama ya rasanya ga nulis? Sudah berapa hari ya?.Well, ada banyak moment yang ingin penulis share. Saking banyaknya sampai ga tau harus mulai darimana ya? Maybe dari perjalanan saya menuju kota kelahiran Bapak, Tegal Laka-Laka. Dari perjalanan ini saya menemukan banyak harapan, dimana dalam setiap perjalanan, along the journey kita akan menemukan episode-episode kehidupan yang sayang jika dilewatkan. 

Perjalanan dengan menggunakan kereta adalah perjalanan paling saya sukai. Sejak kecil jika bepergian ke luar kota, saya lebih memilih untuk naik kereta daripada pesawat. Kenapa? Karena kereta adalah alat transportasi paling menyenangkan sedunia. Melihat hamparan sawah yang menghijau, melewati laut yang membiru, belum lagi pemandangan takjub lainnya. Suara kereta yang mendesis ketika roda-roda bergesekan di rel, atau suara kereta berangkat ketika di stasiun. Semuanya menjadi satu kesatuan yang selalu saya rindukan. Dan cerita ini saya mulai ketika saya naik kereta Kamandaka, salah satu kereta ekonomi Jurusan Semarang Poncol menuju stasiun Purwokerto.

Cerita ini dimulai ketika saya melangkahkan kaki pertama masuk ke dalam peron stasiun. Setelah KTP dan tiket saya dinyatakan "telah diperiksa" dan distempel dengan mantap oleh satpam stasiun, saya memasuki peron stasiun dan menunggu agak lama. Petugas kereta dari bilik sebelah barat mengumandangkan bahwa kereta yang akan saya naiki akan datang dari stasiun tawang sekitar 17 menit lagi. Saya bergumam, lebih baik saya mengambil angle dan memotret. Hehe, kebiasaan mengabadikan segala moment dalam lensa membuat saya ingin memotret bagian-bagian unik stasiun. Sambil berkeliling memotret, sesekali saya perhatikan hiruk pikuk orang-orang yang sedang duduk termangu sambil bercakap ria atau sedang membaca koran yang baru saja mereka beli, ada juga para remaja yang masih asik dengan gadget kebanggaan mereka. Tiba-tiba langkah saya terhenti ketika saya melihat seorang kakek menuntun seorang nenek yang sudah teramat sangat tua. Karena tak mendapat tempat duduk untuk menunggu kereta datang, sang nenek yang menggunakan alat untuk membantunya berjalan berdiri dan melihat sekeliling kalo saja ada yang menawarinya tempat duduk. Saya heran bercampur sedikit kesal kenapa tak ada satu orang pun yang memberi beliau berdua ini tempat duduk ya?. Saya harus bertindak.

Petugas stasiun mengatakan Kereta Kamandaka akan tiba di stasiun poncol 7 menit lagi. Saya bergegas menghampiri kakek dan nenek tersebut sambil tersenyum. Berbekal bahasa jawa krama yang tidak begitu saya kuasai, saya sapa beliau berdua dengan sapaan hangat "Badhe ing pundi Mbah?" Dengan kompak beliau berdua mengatakan, dengan suara lembut tapi dalam "Badhe ing Bumiayu". Kemudian kami bercerita hangat sampai kereta Kamandaka perlahan datang dan berada di jalur 1, tanda penumpang untuk segera naik. Saya tersenyum kepada kedua orang bersahaja yang baru saja saya temui itu, "Monggo Mbah, saged pinarak ing dalem nggih." Kemudian kami berpisah karena berbeda gerbong kereta.

Tiket saya tertulis, gerbong 3 tempat duduk 16 D. Saya memasuki gerbong 3 dan mencari kursi 16 D. Alhamdullilah, depan kursi saya kosong, setidaknya saya bisa selonjoran nantinya. Staisun mulai menyalakan sirine tanda kereta harus segera berangkat. Dalam hati saya berkata, saya tidak mungkin selama 2,5 jam perjalanan hanya duduk termangu melihat pemadangan tanpa berbicara dengan orang disebelah saya. Rasanya pasti tidak enak, tidak memiliki teman berbicara selama perjalanan. Apalagi di dalam kereta seperti ini. Kemudian saya mengajak kenalan mbak-mbak disebelah saya yang sepertinya umurnya tidak jauh berbeda dengan saya. Mbak Dian namanya, pegawai BRI KCP Pati yang rencananya pulang ke Slawi melepas rindu kampung halamannya. Baru kali ini Mbak Dian naik kereta. Biasanya Mbak Dian selalu naik Bis dari Pati ke Slawi, Mbak Dian lulusan UNNES jurusan Biologi. Sebenarnya heran juga kenapa jurusan biologi bisa nyasar ke Bank. Walau sudah menjadi rahasia umum kebanyakan dari pegawai bank bukan dari lulusan ekonomi saja. Kemudian kami bercerita akrab sambil menunggu pramugara kereta datang menjajakan minuman. Jujur saja, 2 botol air minum yang saya bawa sudah habis. Dan seperti biasa, saya sangat ingin minum.

Alhamdullilah pramugara datang dan saya langsung membeli air mineral 2 botol sedang. Mbak Dian sempat meledek saya "Haus ya mbak, langsung habis satu botol". Saya tersenyum dan dalam hati berkata, belum tau ya mbak kalo saya penyuka minum air mineral. Hehehe :). Kemudian kami melanjutkan perbincangan kami. Kami bercerita panjang lebar mengenai pekerjaan masing-masing, keluarga sampai isu-isu terkini. Sambil sesekali memandang keluar dan terhenti ketika hamparan laut di depan mata. Ketika sampai laut saya selalu mengabadikan dalam video, bercakap-cakap sendiri dan menjadikan video tersebut sebagai koleksi pribadi, Mbak Dian tertawa kecil kemudian bertanya mengenai rencana saya kedepan. "Stay menjadi humanitarian atau punya harapan lain, maybe daftar CPNS atau BUMN". Saya tersenyum dan menggeleng perlahan, "Setiap orang memiliki passion nya masing-masing mba, dan i'm proud to be humanitarian". Mbak Dian mengangguk-anggukkan kepala tanda paham. "lalu? ga ada rencana lain?", tanya Mbak Dian. Saya lihat hamparan sawah keluar jendela dan mata mulai berkaca-kaca. "Doakan Mbak, semoga Allah berkenan, memberikan amanah kepadaku untuk melanjutkan S2". Mungkin Mbak Dian tau saya sedang sangat berharap dan beliau memberikan banyak motivasi. Actually, itu yang sedang saya amat butuhkan. Support dan Motivasi ;).

Satu langkah berjuta harapan. Itu yang saya rasakan ketika pertama kali menginjakkan kaki di peron stasiun hingga bertemu dan berkenalan dengan Mbak Dian yang memberikan banyak motivasi. Sampai di stasiun Pemalang, saya melihat ke luar jendela kereta. Bergumam dalam diri dan mengingat betapa perjalanan ini mengajarkan saya bahwa harapan itu masih ada. Bahwa selama kita memiliki harapan, insya Allah kelak akan terwujud, Entah kapan, yakin saja, Allah sedang merencanakan terbaik dan terindah, Ibu pernah mengatakan, 'Kalaupun nanti Niken belum bisa mewujudkan mimpi untuk melanjutkan S2, bisa jadi Niken akan mendampingi suami yang sedang melanjutkan studi, seperti Hanum Rais dan Rangga almahendra kan? yang pada akhirnya Hanum juga melanjutkan master nya setelah sang suami Rangga menjadi profesor'. Aamiin :) Aamiin Ya Allah :).

Wallahu Alam Bishawab. Terus Berharap ya ikhwah, semoga indah pada waktunya. Never give up!.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Samudra

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Sekuat Apa Jika Kau Seorang Diri?

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework

Mengapa Takut Pada Lara?