Langit Merekah di Kota Mekkah

Langit mekah pagi itu begitu mesra, seperti merekah-rekah. Rasanya langit seperti mendekapku erat, berusaha untuk menenangkanku, berusaha untuk mengusap lembut setiap derai air mata yang jatuh. Aku merasakan debar yang sungguh hebat, beginikah rasanya mata menatap nanar bangunan kotak hitam di depan itu?.

Ka'bah? Masya Allah... Tidakkah aku sedang bermimpi?

And the story begins... 

Awalnya kukira orang-orang yang bisa pergi ke Baitullah adalah orang yang mampu secara finansial. Mapan, berkarir keren dengan gaji yang fantastis. Aku tidak terlalu bermimpi untuk segera pergi ke Baitullah dengan alasan keuangan. Bagiku menjadi seorang Amil Zakat adalah karunia tiada tara yang Allah berikan kepadaku. Tidak semua orang diberi kesempatan bekerja di lembaga sosial dengan banyak sekali keberkahan. Bukan materi yang menjadi utama pencapaian namun ridho Allah semata. 

Suatu hari aku dan kepala cabang di kantorku berkunjung ke rumah seorang Ustadz yang mengubah cara pandang hidupku tentang kebermanfaatan. Ustadz Anwar Jufri nama beliau, seorang founder Sekolah Haji Umroh yang sungguh membuatku takjub. Ada satu pertanyaan besar yang terus menerus menari dalam pikiranku: "Karya Amal apa yang bisa kamu persembahkan untuk Allah kelak, Ken?"

Kemudian, hadist ini menghentakku begitu nyata:

"Para jamaah haji dan umrah merupakan delegasi Allah. Jika mereka berdo’a kepada-Nya, Allah akan mengabulkannya. Dan jika mereka meminta ampun, maka Allah akan mengampuni-nya ”. (HR An-Nasaiy dan Ibnu Majah)

Tidak ada harapan terbesar dalam hidupku selain mendapatkan maghfirah Illahi, karena dosaku terlampau banyak, aku sungguh menyadari itu. Dan keinginanku saat ini adalah diampuni oleh Allah. Aku kemudian berkontemplasi dengan hati dan pikiranku, haruskah ke Baitullah agar Allah mengampuni seluruh dosa?.

Taujih Ustadz Anwar Jufri kala itu membuatku tak bisa memejamkan mata, aku sulit tidur karena memikirkan dosa-dosaku, sedang amalku sungguh tak seberapa. Pertanyaan mengenai karya amal membuatku parau, Ya Robbana bagaimana mungkin aku yang penuh dosa ini bisa membuat karya amal yang bermanfaat untuk ummat? Impossible!.

Aku mulai mengikuti kajian umroh Sekolah Haji Umroh (SHU) Baitullah dengan tagline 99 Hari Menuju Baitullah, dan hatiku seakan-akan meledak hebat tatkala Ustadz Anwar memberikan ayat dan hadist yang luar biasa mengenai Haji dan Umroh. Aku sungguh fakir ilmu. Selama ini aku kemana? Kenapa aku baru tau bahwa melakukan perjalanan ke Baitullah adalah panggilan dan undangan Allah sejak dahulu kala?. Masya Allah Ya Rabb, faghfirlii...

Kemudian para Jama'ah SHU Baitullah menangis, Ya Allah aku ingin segera ke Baitullah, as soon as possible. Dan Ustadz Anwar lagi-lagi membuatku parau: "Bekal terbaik adalah bekal taqwa, persiapkan proposal doa terbaik untuk kehidupan dunia dan akhirat, revisilah proposal hidup untuk sebesar-besar kebermanfaatan ummat." Ya Allah, selama ini aku terlalu sibuk memikirkan diri sendiri, sungguh egois sekali aku. Hingga tak pernah sebelumnya aku memikirkan hidupku untuk ummat.

Dan hari itu juga, aku bertekad merubah proposal hidupku kepada Allah untuk kelak kusampaikan secara langsung di depan ka'bah. Aku tau, aku tak punya uang untuk pergi kesana, aku juga tau penghasilanku tak seberapa, tapi aku yakin Allah Maha Kaya. Taujih Ustadz Anwar sungguh membuatku gelisah:

Ajukanlah proposal hidupmu langsung di depan kakbah, dalam setiap perjalanan haji/umroh. Seperti layaknya Nabi Ibrahim yang senantiasa meminta kepada RabbNya agar risalah kebaikan berasal dari garis keturunan beliau sekalipun jarak Nabi Ibrahim As ke Nabi Muhammad SAW adalah 30 generasi.Rancanglah dengan serius apa yang hendak kau minta kepada Allah. 

5 Revisi Proposal Hidup:
  1. Harta untuk dibuat proyek jariyah apa? Amal yang bagaimana? 
  2. Ilmu, ingin memiliki spesialisasi keilmuan apa yang bisa memberi manfaat banyak kepada orang lain 
  3. Anak keturunan, ingin melahirkan anak dengan karakter & jiwa pemimpinkah? Ulama? Pengusaha? 
  4. Jabatan, ingin meninggalkan proyek kebaikan apa untuk masyarakat? 
  5. Jiwa Raga, untuk dijariyahkan dalam hal kebaikan apa? 
Niatkan proposal hidupmu dalam Haji/Umroh untuk ummat, untuk kebaikan, untuk Allah yang setiap detik dalam hidupmu selalu mencintai dan memberi karunia.

Tekadku semakin kuat: Tahun 2018 aku harus ke Baitullah, menatap mesra langit Mekkah yang Merekah itu...

Di sesi kedua Kajian Umroh SHU Baitullah, Ustadz Heru Abdurrazaq (salah satu Ustadz di SHU Baitullah) menyatakan bahwa Haji dan Umroh bukanlah soal ada uang atau tidak:
"Allah tidak memanggil yang mampu namun memampukan yang terpanggil." 
Aku terdiam, Ya Allah... Bagaimana mungkin bisa bermesraan denganMu di Baitullah tanpa uang? Jawaban Ust Heru membuatku parau: "Sangat mungkin, karena yang kita persiapkan adalah ilmu & keyakinan. Menjadi umroh yang produktif, menyampaikan proposal hidup kita, bukan sekedar perjalanan saja. Selebihnya biar Allah yang putuskan." 

Dadaku rasanya sesak, Ya Rahman apa aku bisa memenuhi panggilanMu? Apakah mungkin?. Terlebih ketika aku tau bahwa jihad nya seorang wanita adalah haji & umroh. Dikisahkan bahwa Asma binti Umais, istri dari Muhammad bin Abu Bakar, pernah melaksanakan ibadah haji ketika beliau tengah hamil tua hingga akhirnya beliau melahirkan di miqat.

Ibadah haji dan umrah dapat dikatakan sebagai ladang untuk berjihad bagi para wanita. Hadist ini membulatkan tekadku, Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah, apakah kaum wanita memiliki kewajiban untuk berjihad?” Kemudian, Rasulullah pun menjawab, “Ya, betul. Bagi mereka, ada kewajiban jihad yang tidak ada perangnya. Jihad bagi kaum kalian adalah berhaji dan umrah.” (H.R. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).

Azzamku semakin kuat, aku harus segera ke Baitullah. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ibadah umrah ke ibadah umrah berikutnya adalah penggugur (dosa) di antara keduanya, dan haji yang mabrur tiada balasan (bagi pelakunya) melainkan surga” (HR al-Bukhari dan Muslim). .

Maka, adakah yang patut didamba dan diperjuangkan dengan segenap jiwa raga melainkan daripada melakukan perjalanan ke Baitullah?.

Dan dengan izin Allah, dengan karuniaNya yang begitu menakjubkan aku bisa menatap mesra langit Mekkah yang merekah, aku bisa betul-betul merasakan dahsyatnya cinta Allah yang begitu dekat. Tanpa Allah, sungguh aku serupa debu, tanpa izinNya aku tidak mungkin bisa ke Baitullah dan kini aku masih berharap sangat dalam untuk senantiasa diampuni oleh Allah. Ya Robbana, faghfirlii...

@kenulinnuha
2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Fitrah Based Education [Part 1]: 8 Fitrah Manusia

Mengapa Takut Pada Lara?

Sekuat Apa Jika Kau Seorang Diri?

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework