#StrongFromHome; Belajar Jadi Ayah & Ibu, Kenali Fitrah Anak Bangkitkan Fitrah Diri

Seorang anak lahir dari Rahim Ibunya namun yang menjadikan ia siap menghadapi kehidupan adalah Ayah dan Ibunya. Setiap anak dilahirkan fitrah, mengakui Allah sebagai IllahNya. Penyimpangan yang terjadi pada anak adalah akibat salah polah asuh kedua orang tuanya, tidak kuat dari dalam rumah, tidak dibekali kasih sayang dan cinta dari keluarga.

Pernikahan adalah ibadah, dimana manusia ditetapkan Allah untuk melestarikan keturunannya, menjadikan generasi Rabbani yang taat, bertaqwa dan bermanfaat bagi sesama. Bukan hanya Ibu yang bertugas mendidik anak, justru Ayah lah yang bertanggung jawab penuh terhadap pola asuh anak. Kelak di mahkamah hisab akhirat yang ditanya pertama kali mengenai anak bukanlah Ibu melainkan Ayah. Ibarat, seorang ayah adalah pembuat GBHK (Garis Besar Haluan Keluarga), memiliki otoritas membuat kurikulum khusus perkembangan anak. Dari 0-15 tahun. Sedangkan Ibu, ibarat UPT (Unit Pelaksana Teknis) bersama-sama Ayah berkomitmen menjadikan anak kelak menjadi manusia yang: bertaqwa, siap kelak menjadi suami & istri, siap menjadi ayah dan ibu, profesional di bidangnya, bermanfaat bagi sesama. Ditambah, khusus untuk anak laki-laki diberikan pemahaman sebagai pemimpin keluarga, pendidik keluarga dan pengayom keluarga.

Dalam mengasuh anak bisa jadi antara Ayah dan Ibu memiliki perbedaan cara. So, bisa dirumuskan begini: Frame Of Life = Frame Of Experience + Frame Of Reference. Biasanya, dimana-mana yang lebih paham mengenai ilmu kerumahtanggaan dan parenting adalah Ibu (sering ikut workshop, seminar, kelas), sedangkan Ayah lebih fokus pada mencari materi/uang. Padahal, you know... Yang seharusnya menjadi garda terdepan pengasuhan anak adalah ayahnya. Contoh perbedaan Frame Of Life itu seperti ini:
√ Ibu memiliki pengalaman (experience) bahwa saat ia kecil, sang Ayah sangat perhatian kepadanya, sang Ibu beranggapan bahwa laki-laki itu penyayang, pengayom keluarga.
√ Ayah memiliki pengalaman bahwa saat ia kecil Ayahnya adalah orang yang keras, disiplin terhadap anak, pemberi hukuman
Nah, kedua Frame Of Life ini tentu berbeda dan bisa menjadi konflik dalam pengasuhan anak yang sebetulnya tidak perlu. Dalam pengasuhan anak, visi misi terbaik mesti dirumuskan. Bagaimana cara mengasuhnya, membuat kurikulumnya, kelak hendak menjadikan anak profesional di bidang apa, memakai susu apa ketika disapih, makan apa ketika MPASi, bahkan pendidikan seksualitas yang seharusnya diberikan sejak ia kecil. Jika Ayah dan Ibu bersatu padu dalam pengasuhan anak, maka insya Allah generasi terbaik akan di dapatkan.


Misalnya, dalam rentang umur 0-2 th anak diajarkan mengenai Rububiyah (Pengenalan Allah melalui imaji): "Masya Allah dek, langitnya indahnya. Ini ciptaan Allah, Allah baik ya." Di umur ini anak memang secara fitrah dekat dengan Ibunya karena ada penyusu'an selama 2 tahun. Dalam rentang umur 3-6 th anak mulai memiliki curiosity tentang kehidupan, sering bertanya apa, mengapa, kenapa, tugas orang tua adalah mendekatkan diri dan bersabar atas segala pertanyaannya. Pada umur ini anak didekatkan kepada kedua orang tuanya. Pada rentang waktu 7-10 tahun anak sudah diajarkan Illahiyah, mengenai tanggung jawab sholat, beribadah kepada Allah dengan penjabaran yang mudah dimengerti. Kenapa sih harus sholat? Di rentang waktu ini anak diajarkan untuk cinta pada ibadah, melakukan ibadah secara ikhlas tanpa dipaksa. Karena secara fitrah pada rentang umur ini secara baligh anak sudah mulai matang, dan diumur ini pula anak laki-laki di dekatkan pada ayahnya dan anak perempuan di dekatkan pada Ibunya agar ia yakin secara pasti gender atau seksualitasnya.

Nah, komunikasi antara suami istri atau Ayah dan Ibu mesti se frekuensi. Semisal ternyata setelah menikah justru jomplang, sang Ibu sudah paham cara pengasuhan anak sedangkan Ayah belum. Tugas Ibu untuk menjelaskan tanpa menurunkan Izzah Ayah, karena bagaimanapun Ayah adalah pemimpin/imam keluarga. Teknik menjelaskan ini disebut Scaffolding. Contohnya: Bagaimana cara agar Ayah bisa menemani Sang Ibu Saat Persalinan? Maka tugas Ibu bukan memaksa "Yah, besok temenin ya pas ngelahirin." Tapi sebaiknya ciptakan Scaffolding dengan menjelaskan perjuangan persalinan para shahabiyah terdahulu, diskusi dan ngobrol tentang persalinan, merumuskan hendak melahirkan dimana. Karena bagaimanapun juga kebanyakan lelaki tidak memahami hal begini. Beri pengertian dengan cinta agar kedua belah pihak saling memahami.

Nah, untuk Reference, jika ingin memiliki visi yang sama terkait pengasuhan anak, sama-sama belajar, sama-sama membaca buku yang sama, tontonan yang sama dan merumuskan pola asuh bersama. Agar sang anak kelak memahami kedua orang tuanya begitu mencintainya. Peradaban pertama kehidupan adalah keluarga, persiapkan dengan seksama untuk generasi Rabbani masa mendatang.
Sudah Siap? Bismillah, semoga bermanfaat yaa :)

Jogjakarta, 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Fitrah Based Education [Part 1]: 8 Fitrah Manusia

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework

Sekuat Apa Jika Kau Seorang Diri?

Ramadhan is loading...