Impian Kecil

"Apa impian kecilmu Nak?"

"Sederhana Pak, Niken ingin kelak bisa berdiskusi hebat soal sastra dan seni dengan pendamping hidup Niken kelak. Seperti Bapak dan Ibu, melukiskan setiap inci nya dengan cinta, tertawa lepas penuh bahagia atau berdebat kecil soal buku terbaru karangan si ini si itu."

"Impianmu pasti terwujud, sayang. Bapak akan menjamin."

"Benarkah? Doakan ya Pak, agar Niken bisa membalut seluruh sastra dan seni dalam dakwah yang santun dan bijaksana."

"Impianmu terlalu indah, nak. Semoga ia yang sedang Allah persiapkan untukmu membaca tulisanmu ini."

"Maybe Yes Maybe No, tapi Aamiin. Semoga ya Pak."

"Bapak yakin dia sedang membaca tulisanmu ini. Siapapun dia, dia terbaik dari seluruh ciptaanNya yang terbaik."

"Ah Bapak, so sweet :)."

***

Impian yang menjadi kenyataan akan tetap menjadi ilusi jika tak ada keimanan juga keyakinan. Kunci dari segala impian sebenarnya adalah iman yang membuncah dalam dada dan cinta yang teramat sangat kepadaNya. Diskusi dengan Bapak mengenai impian kecil memang tak pernah habis dibahas. Impian yang sangat sederhana, berdiskusi bersama. Seperti Bapak dan Ibu yang satu frekuensi soal "rasa". Barangkali dilahirkan dalam keluarga berdarah seni kental memang begini adanya. Menciptakan ruang-ruang imaji dalam logika dan mengunci rapat hati yang sunyi.

Rasanya sulit sekali mengaburkan asa dalam bingkai sastra dan seni. Kedua hal ini sudah terpatri dalam sanubari. Ibarat ikan yang tak pernah bisa hidup tanpa air atau pohon yang tak mampu berdiri tanpa akar. Benar pernyataan sahabat saya tempo lalu, saya memiliki dunia sendiri. Terkesan angker dan aneh. Menciptakan dunia sendiri dan hanya saya yang bediam di dalamnya. Bahagia dengan buku-buku yang dibaca setiap hari atau menumpahkan segala perasaan dalam tulisan di  blog ini. Sebutan aneh dan angker mungkin benar.

Pantas saja tak ada sapaan hangat di pintu hati, mereka yang mengenal saya mungkin paham benar bahwa saya termasuk makhluk aneh dan angker. Yang seluruh percakapannya soal buku, sastra atau seni. Urusan warna saja dibahas hingga detail, beda antara pastel dengan elektrik. Apalagi soal buku atau lukisan yang surealis hingga kontemporer. Hmm, mungkin cuma saya dan keluarga saja yang memahami soal ini. Belum pernah saya temukan seseorang yang begitu memukau seperti keluarga saya. Paling tidak kecerdasannya soal buku diatas adik saya, Bre. Atau pengetahuannya soal lukisan dan puisi seperti Bapak. Atau wawasan lagunya seperti dek Arya.

Seni tentu ada kaitannya dengan religiusitas. Percuma berdebat dengan saya soal yang satu ini. Banyak seniman atau budayawan, atau penulis lah paling tidak. Membicarakan soal seni dan kaitannya dengan agama. Tentu saja sangat berkaitan erat. Kalau seorang manusia cerdas yang katanya berintelektual tinggi tentu memahami bahwa keindahan terlihat dalam pendar sanubari. Sipakah pencipta seni itu? Tentu Allah bukan?. Bukankah ia yang menciptakan pikiran, hati dan seluruh yang kita miliki? Hingga seorang manusia bisa berkarya seni begitu luar biasa?. Seni memang tak pernah salah, hanya manusia saja yang salah. Yang mendefinisikan seni dengan "kebebasan mutlak", siapa sebenarnya yang menciptakan seluruh yang kita miliki ini? bahkan diri kita sendiri bukan milik kita, apalagi karya-karya kita. 

Saya bermimpi, mungkin sama halnya dengan mimpi pembaca. Menjadikan seni, sastra dan segala hal keindahan menjadi cara dakwah yang santun. Banyak anak muda yang terkesan dengan lagu nasyid lalu semakin rajin ibadahnya, ada juga yang karena membaca buku menjadi sangat semangat menjadi da'i, ada juga yang suka berpuisi dengan motivasi menjadi manusia lebih baik. Dengan lukisan pun bisa juga mengubah seorang manusia yang jauh dari Allah menjadi amat dekat dan lebih dekat dengan Allah, hanya karena melihat lukisan kakbah bediri gagah. Subhanallah bukan?. Bahasa sastra mungkin yang paling bisa mewakili. Banyak hal mengenai hadist, tafsir bahkan sejarah peradaban islam kita jumpai melalui buku bukan?. 

Grand design ini mungkin menurut sebagian orang terkesan sangat tidak mungkin. Tapi saya sangat yakin, kelak dengan seni dan sastra, manusia bisa lebih dekat dengan RabbNya. Ada yang tidak setuju dengan impian kecil saya ini? Mari kita berdiskusi. Bisa jadi ada yang menganggap ini keluar dari pakem. Hmm, bukankah kita boleh memakai cara terbaik untuk membuat manusia sangat dekat dengan RabbNya. Jika dengan puisi bisa menghantarkan seorang manusia bertaubat dan kembali ke jalan yang benar kenapa tidak?.

Hopefully, kelak Allah pertemukan. Aamiin.

hello the little dreams, make the dreams come true!

Komentar

Ash-Sholihah mengatakan…
Amiin, semoga Allah mengijabahi doa mbk niken dan ayahnya :-)

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Sekuat Apa Jika Kau Seorang Diri?

Sabar Seluas Samudra

Fitrah Based Education [Part 1]: 8 Fitrah Manusia

Mengapa Takut Pada Lara?