Yuk Berlembut Hati, Jangan Marah :)

Dari Abu Hurairah - radhiyallahu 'anhu - bahwa seorang lelaki berkata kepada Nabi Muhammad - shallallahu 'alaihi wa sallam - : “Berikanlah wasiat (pesan) kepadaku.” Rasulullah saw bersabda: "Jangan marah." Lelaki tersebut mengulangi pertanyaannya dan Rasulullah bersabda : "Jangan marah." (HR Bukhari)

Assalammualaykum ikhwah fillah Rahimakumullah, apakabar di hari Selasa full semangat ini? Hopefully all of you will be fine, right? Alhamdullilah, berkah dari berangkat paling awal di kantor jadi bisa menulis. Well, trending topic pembahasan kali ini all about angry, Maybe sebagian dari kita punya problem terkait hal ini ya. Atau bisa jadi sedang mengalaminya?. Semoga tulisan kali ini bermanfaat :). Hope you like it :).

Oleh para pakar, marah didefinisikan sebagai: gejolak jiwa yang mendorong seseorang untuk memukul dan membalas dendam (lihat Al-Wafi Syarh Arba'in An-Nawawi). Marah membawa banyak dampak negatif, baik dalam tataran personal, sosial, badan, jiwa dan pikiran. Secara personal, seseorang yang marah akan kehilangan ketepatan dalam berbicara dan bertindak, logika menjadi tumpul dan bahkan mandul. Pelakunya cenderung memaki, mengumpat, menghina, mengucapkan kosakata kotor dan tidak beradab, menimbulkan banyak sesal kemudian, posisi dan kedudukannya di mata orang lain menjadi jatuh dan lain sebagainya.

Di antara dampak negatif marah secara sosial adalah tumbuhnya sifat benci di dalam hati, menyimpan keburukan di dalam jiwa dan bahkan berakibat kepada menyakiti dan menjauhi sesama kaum muslimin. Selanjutnya tumbuhnya sikap permusuhan, terputusnya silaturrahim dan tercerai berainya tatanan kehidupan dan hubungan sosial. Well, very danger kan?. Sebagian dari kita menganggap bahwa marah adalah ekspresi melampiaskan sesuatu agar disebut 'lega'. Nah, alasan ini nih yang selalu jadi bumerang. Terkadang marah hanyalah ekspresi kekecewaan terhadap sesuatu yang membuat hati kesal. Ini nih yang perlu jadi catatan khusus.

Pernah suatu ketika, saya sangat kesal terhadap situasi atau lingkungan tertentu, tentu hal yang fitrah dan lazim adalah bergumam, mengatakan dalam hati "kenapa sih begini, kenapa sih begitu, kenapa ga bisa gini aja, atau kenapa ga bisa gitu aja?". Nah, ekspresi ini sebenarnya ada pada lampu kuning, bersiap untuk meledak. Hanya saja bisa diredam dengan istigfar atau kesadaran diri bahwa marah tidak pernah berujung baik apalagi berkah. Dengan keadaan apapun memang sebaiknya sabar dan tawakal adalah panglima kita. Bukan pasrah atau menyerah lho ya :).

Nah, ikhwah fillah, ada banyak cara agar kita terhindar dari marah atau kesal. Tentu hal yang paling sering kita lakukan adalah beristigfar, berzikir kepada Allah dan banyak berdoa. Menyerahkan segala hal hanya kepada Allah. Tips lain yang bisa dilakukan adalah diam. Yup, diam terkadang jawaban terbaik atas kekecewaan. Rasulullah saw bersabda: Jika salah seorang di antara kamu marah, diamlah. (HR Ahmad). Atau merubah posisi berdiri menjadi posisi duduk, jika duduk masih saja kesal, maka berbaringlah.  Segeralah mengambil air wudhu dan mencoba tilawah. Al Qur'an sebaik-baik obat bukan?.

Sebagai seorang muslim yang baik, berlatih yuk untuk menjadi pemaaf dan berlembut hati. Agar lebih berempati kepada yang lain. Orang yang tidak marah itu lebih kuat lho daripada pegulat. Rasulullah saw bersabda: Orang kuat bukanlah yang ahli dalam bergulat (membanting), akan tetapi, orang kuat adalah yang mampu mengekang dirinya saat marah. (muttafaqun 'alaih).

Selamat berlembut hati dan menjadi pemaaf :).

Siapa yang menahan marahnya padahal ia mampu melaksanakannya, maka Allah swt akan memanggilnya di depan khalayak pada hari kiamat sehingga Dia mempersilakannya untuk memilih bidadari sesukanya. (HR At-Tirmidzi, no. 2493).

Referensi:
Dr. Musthafa Dieb Al-Bugha Muhyiddin Mistu, Al-Wafi Syarah kitab Arbain An-Nawawiyah, (Jakarta, Al-I’tiskhan 2003 ).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Samudra

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework

Sibling Rivalry

Sekuat Apa Jika Kau Seorang Diri?