Memerdekakan Sesama

Kekuasaan Presiden ada batasnya karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
[Ir. Soekarno]
Pernyataan Ir. Soekarno benar, bahwa diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Absolutely, bahwa hati tak tergantung pada makhluk melainkan hanya bergantung padaNya. Bahwa hidup yang merdeka adalah merdeka dari segala hal yang berkaitan dengan terlalu cinta pada dunia, terlalu cinta pada ke'akuan', menganggap bahwa memperkaya dan mensejahterakan diri sendiri adalah merdeka. Padahal merdeka yang sesungguhnya adalah setiap mereka yang memerdekakan sesama.

Saya belajar banyak dari bapak tukang becak langganan saya di Semarang Indah, Pak Edi namanya. Beliau adalah potret manusia merdeka yang sesungguhnya. Pekerjaannya sebagai tukang becak mungkin dianggap remeh dan tak terlalu signifikan terhadap kemajuan bangsa, namun baginya dan bagi saya tidak. Saya banyak mengobrol dengan beliau, tentang hidup yang merdeka itu seperti apa. Upah yang tidak seberapa dari mbecak tak lantas membuat beliau malas bekerja. Upah beliau perhari hanya tiga puluh ribu, tidak sepadan dengan kebutuhan sehari Pak Edi, istri dan ke-4 anaknya. Saya hanya memberi beliau sepuluh ribu rupiah, itu berarti dalam sehari Pak Edi hanya mendapat 3 penumpang. Roda zaman berputar, masyarakat lebih memilih naik kendaraan pribadi. Tentu tukang becak seperti beliau tidak mudah mencari penumpang. Namun semangat beliau tak pernah padam.

Dalam perjalanan menuju tempat yang saya tuju, sekitar 15 menit Pak Edi bercerita tentang Kemerdekaan. "Merdeka kuwi sing penting iso mangan, iso nyekolahke anak-anak, iso turu rak mikir ngelih mba, mbecak kuwi sing penting ngeterke penumpang slamet". Deg... saya seperti tertampar dengan keras. Apalagi saya bekerja di sebuah lembaga yang bertugas memerdekaan sesama, mensejahterakan sesama dan memandirikan umat. Tentu hati saya perih mendengar Pak Edi bercerita demikian. Saya salut dengan Pak Edi, untuk menghargai kemerdekaan pun beliau mengecat becaknya dengan sangat indah, memberi bendera di kanan-kiri becaknya. Saya pun tertunduk malu. Ya Allah... benar memang apa yang dikatakan Pak Edi. Merdeka itu sangat erat kaitannya dengan kesejahteraan, dan kami yang cukup mampu ini sebaiknya mengartikan kemerdekaan sebagai momentum untuk lebih peduli terhadap sesama, lebih memerhatikan sekitar kita, lebih banyak berkarya dan bermanfaat untuk umat. Tentu untuk kemajuan Bangsa Indonesia, yang sejak kecil kita makan dari hasil buminya, minum dari mata airnya dan tinggal di tanah negeri kita. Sungguh Allah berikan banyak keberkahan untuk negara kita, tugas kita seharusnya menjaga dan melestarikannya, berdikari di negara sendiri. 

Saya pun belajar banyak dari seorang sahabat saya bernama Parafitra Fidiasari, yang pernah mendedikasikan dirinya mengajar di perbatasan negara, Kapuas Kalimantan. Menjadi pengajar dalam program Indonesia Mengajar. Saya sungguh salut dan bangga dengannya, tidak banyak generasi muda yang rela menjadi pengajar di daerah terpencil, tak ada listrik apalagi gegap gempita kota. Tidak digaji namun tetap berdaya. Menjadi inspirasi banyak generasi muda lainnya termasuk saya. Pekerjaan besar kita sebagai manusia Indonesia adalah setidaknya membuat daerah perbatasan lebih maju dan tidak bergantung pada negeri tetangga. Sedih rasanya ketika listrik dan air saja mereka tak merasakan apalagi pendidikan dan fasilitas umum. Untuk menuju kesana perlu waktu yang sangat lama menaiki perahu kecil, sepi sekali jauh dari kehidupan metropolitan. Tugas besar kita untuk membuat mereka setidaknya merasa bahwa Indonesia masih memikirkan nasib mereka. Tugas kita bersama, tugas bangsa Indonesia.

Berbeda dengan Parafitra, beberapa sahabat saya memilih untuk mencari ilmu di belahan bumi Eropa dan Amerika. Berebut beasiswa untuk bisa kuliah disana, lalu kembali ke negara tercinta, membangun negara ini. Kelak mimpi kita adalah bahwa kekayaan negara kita yang amat sangat banyak ini dikelola dan dilestarikan oleh putra putri bangsa, bukan mendatangkan ahli dari luar negeri. Cukuplah generasi kita yang mengelola, tiap jengkal yang kita miliki ini sebaiknya dan seharusnya kita yang berhak kerjakan. Semoga setiap dari kita, setiap dari profesi kita ini bertujuan untuk memerdekakan sesama, berkarya untuk sesama, bermanfaat untuk sesama dan berdikari untuk Indonesia. Bukankah manusia terbaik adalah yang paling banyak manfaatnya?.

Memerdekakan sesama adalah filosofi terbaik memaknai kemerdekaan Indonesia ke 70th ini. Seluruh niat kita curahkan untuk membangun kesejahteraan Indonesia. Sejahtera bukan hanya diri kita tapi juga seluruh masyarakat Indonesia. Profesi apapun bisa memerdekakan sesama. Termasuk kisah Pak Edi, seorang tukang becak yang memaknai kemerdekaan dengan mendedikasikan hidupnya, dengan segenap peluh yang menetes mengantarkan penumpangnya ke tempat tujuan. Kalau Pak Edi bisa sesemangat itu kita tentu harus lebih dari semangat. Juga belajar dari Parafitra sahabat saya yang mendedikasikan hidupnya mengajar di perbatasan untuk sebuah kesetaraan pendidikan. Sungguh indah jika kita memaknai merdeka tidak hanya merdeka dari belenggu penjajah, namun merdeka dari segala keegoisan pribadi dan individualis diri. Lebih peduli terhadap sesama, lebih berjuang untuk sesama. Dengan apapun yang kita miliki. Jika kita bisa memerdekakan sesama dengan harta, maka beramal bisa menjadi solusi. Jika kita bisa memerdekakan sesama dengan karya seni maka berkarya dengan seni menjadi solusi. Apapun yang kita miliki, apapun yang menjadi identitas diri berjuanglah untuk sesama. Itu baru namanya merdeka.

Semoga kelak negara ini menyandang gelar Negara Maju yang cinta pada RabbNya. Aamiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Sekuat Apa Jika Kau Seorang Diri?

Sabar Seluas Samudra

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework

Fitrah Based Education [Part 1]: 8 Fitrah Manusia