Catatan Kecil Untuk Bapak

Hal Yang paling saya tunggu di malam hari selepas bekerja Dan mengajar adalah mengobrol Dan berdiskusi panjang lebar dengan Bapak. Sejak kecil saya tidak dekat dengan Bapak, Bapak bekerja di luar kota. Pulang sebulan sekali bahkan beberapa bulan sekali. Jarang sekali melewatkan moment bersama Bapak. Hingga beranjak dewasa sungguh impian paling dinanti adalah ngedate bareng Bapak.
Bapak memutuskan bekerja di rumah ketika saya lulus SMA. Ada rasa bahagia terbesit dalam hati. Alhamdullilah.. Finally :). Walaupun terkadang Bapak lebih sering asik dengan kanvasnya atau laptopnya untuk menulis karya sastra, saya bersyukur setidaknya Bapak dirumah. Dekat dengan keluarga.
Moment paling ditunggu saya, Ibu Dan adik-adik adalah mendengar cerita Bapak. Biasanya selepas mengisi diskusi budaya Bapak bercerita dengan sangat detail kepada kami, khas seorang Seniman. Dengan ekspresi yang membahagiakan Dan penuh Semangat. Hingga terkadang kami takjub Dan tak percaya pada semua yang diutarakan Bapak.
Ngedate bersama Bapak di malam hari tak perlu ke luar rumah. Cukup duduk di ruang keluarga atau halaman belakang rumah sambil menikmati secangkir Teh atau kopi kesukaan Bapak. Kami membicarakan banyak hal, dari pekerjaan saya, sekolah adek, isu-isu terkini hingga masakan ibu yang sederhana tapi enak. Bahagia itu sederhana bukan?. Bapak lebih sering bercerita tentang karya apa yang sedang beliau kerjakan. Dari project buku sampai diskusi budaya. Terkadang Bapak menanyakan bagaimana kantor hari ini, Ken? Dan kami pun bercerita panjang lebar.
Hari ini saya bercerita kepada Bapak tentang tema salam pagi di kantor yang diutarakan oleh Kepala Cabang yaitu filosofi goresan pensil. Ternyata benar, seorang pelukis tidak pernah takut menggoreskan. Ia begitu saja membuat sketsa, tanpa dipikirkan, secara alami saja. Biarkan setiap goresan menemui takdirnya. Sketsa yang digambar dengan pensil biasanya melukiskan perasaan. Bapak bilang, bahkan pelukis hebat itu juga berasal dari goresan pensil awalnya. Mereka bahkan bisa melukiskan kekosongan sekalipun. Dengan hati dan perasaan. "Seniman itu bekerja dengan ini, Ken (Sambil menunjuk Hati) bukan dengan ini (Sambil menunjuk pikiran)."
Tipe otak kiri yang analisis Dan detail seperti saya ini membutuhkan teman diskusi yang melihat kehidupan dengan bijaksana. Dari Bapak; saya, Ibu Dan adik-adik banyak belajar. Bahwa mencintai seni Dan budaya itu bisa melembutkan hati Dan menjernihkan pikiran. Perbedaan karakter diantara keluarga kami seperti pelangi yang pendarnya menyinari sampai ke dalam relung hati. Saling melengkapi dan menghargai. Seniman itu keren, mereka mencintai Allah dengan setulus-tulusnya hati. Karena apa yang berasal dari hati akan sampai kepada hati, begitu yang sering Bapak utarakan.
Sungguh ngedate dengan Bapak adalah moment membahagiakan Yang selalu dinantikan. Sekedar menumpahkan perasaan atau bercerita riang. Bapak bukan tipe seorang ayah yang romantis dengan memberikan istri dan anak-anaknya fasilitas atau kemewahan. Bapak penuh kesederhanaan, namun setiap lantunan lisan beliau sungguh meneduhkan. Diam-diam memperhatikan dengan cerita-cerita beliau yang selalu kami rindukan.
Uhibbuka Fillah Bapak...
Aku mencintaimu seperti cinta Matahari kepada buminya yang tak pernah lelah bercahaya...
Aku mencintaimu seperti cinta laut kepada airnya yang tak pernah mau kering selamanya...
Alhamdullilah Alaa Kulli Haal :).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sabar Seluas Lautan dan Hati Sejernih Langit

Sabar Seluas Samudra

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework

Sibling Rivalry

Laut tak pernah meninggalkan pantainya :)