Tegas Pada Waktunya

Assalammualaykum ikhwah, share sedikit nih tentang pertemuan saya dengan beberapa binaan yang sudah berkarya dan sukses dalam karirnya. Bertemu mereka adalah salah satu kebahagiaan, selain melihat mereka berhasil karirnnya juga dakwahnya yang kian mantap. teringat bagaimana proses mereka ketika masih menjadi mahasiswa baru dahulu,hingga saat ini bermetamorfosa menjadi umatNya yang luar biasa.

Seperti biasa, ketika bertemu hal pertama yang dilakukan adalah menanyakan kabar, kabar pribadi dan keluarga. Juga bercerita sedikit sambil sesekali meledek kecil. Hal yang paling diingat mereka tentu kekhasannya saya ketika berkomunikasi. salah satu binaan nyeletuk "Mba Niken istiqomah banget nih, tegas pada waktunya". Saya mengernyutkan kening, ternyata banyak mengatakan hal yang sama, tegas pada waktunya. 

Sebagai seorang wanita tentu masalah berkomunikasi ini yang sering diterka dan diperhatikan banyak orang. Cara berbicara, gesture tubuh, mimik muka dan ekspresi terhadap sesuatu. Bagi saya, berkomunikasi adalah hal penting yang menjadi karakter diri. Tentu ada perbedaan, ketika berbicara dengan sesepuh pinisepuh kita perlu menggunakan bahasa dialek jawa krama inggil yang super lembut, penuh perhtaian dan sangat menghormati. ketika berbicara dengan orang tua kita tentu dengan bahasa santun yang penuh cinta. Dengan keluarga seperti adik dan kakak pun juga berbeda, tidak terkesan menggurui namun penuh kata bijak yang menyentuh hati. Dengan teman sepantaran akhwat, tentu cara berbicaranya friendy dan asik (a.k.a gaul). Berbeda lagi dengan ikhwan, perlu ketegasan tapi tidak terlalu kasar. Tau porsi kapan tegas dan kapan lembut. Asal tidak dilembut-lembutkan ya :).

Tegas pada waktunya adalah cara berkomunikasi yang menurut saya boleh diterapkan oleh siapapun. Tegas bukan berarti kasar lho. Tegas juga bukan berarti galak. Tegas tapi tetap santun. Tidak langsung di depan umum, tapi bahasakan dengan bahasa yang mudah dipahami. Biasanya dalam ketegasan kita perlu timing dan porsi yang tepat. Jangan sampai menyakiti apalagi menimbulkan permusuhan. 

Pernah suatu ketika saya tidak setuju dengan sikap seseorang yang mengganggu izzah saya. Tentu lantas tidak saya tegur di depan khalayak, karena tidak seharusnya menegur dan mempermalukannya di depan umum. Saya katakan jujur kepadanya dengan penuh ketegasan via chat di ponsel bahwa saya tidak suka dengan caranya. Ini lebih baik ketimbang saya mengatakannya langsung di depan umum. Namun tentu saya meminta maaf dan menjelaskan kenapa saya tidak suka dengan sikapnya. Esoknya kami mengobrol seperti biasa. tidak berlarut-larut dan tetap berkomunikasi seperti hari-hari biasanya. 

Terkadang bercanda yang keterlaluan bisa memicu ketegangan, tidak terima dengan candaan atau merasa diledek contohnya. Saya pun pernah mengalaminya, namun sekali lagi tegas boleh dilakukan asal tidak menyakiti. Intinya saling memahami dan menghargai :). Tegas itu baik justru sangat dianjurkan, tapi tau porsi yaa :). Tegas pada waktunya, tau kapan tegas tau kapan lembut :).

Semoga Bermanfaat yaa :).

Terlalu tegas kau dikira kasar.
Terlalu kaku bisa malah miskomunikasi
Terlalu dekat bisa tumbuh rasa
Terlalu perhatian bisa dikesankan suka


Intinya, jangan terlalu.
Sebab bisa menimbulkan persepsi lain dalam otak dan perasaannya
Karena hati seseorang siapa yang tahu
Hati wanita itu sulit ditebak
Seperti menerimamu, tapi bisa jadi membencimu
Seperti membencimu, padahal suka padamu
Seperti memberikan sinyal cinta padamu, padahal biasa saja
Seperti biasa saja, padahal sangat merindukanmu
Seperti memaafkan kesalahanmu, tapi masih mengingatnya dengan baik
Seperti melupakan kebaikanmu, padahal itu tak kan pernah ia lupakan sepanjang hidupnya
Beda dengan lelaki yang ekspresi wajahnya mudah diterka
Wanita mampu menyembunyikan kesedihannya di balik wajahnya yang seolah wajar
Sampai suatu ketika kau bingung saat ia berderai air mata
Kalau kau kaitkan tangisnya dengan kejadian hari itu belum tentu tepat
Karena bisa jadi tangisnya adalah rekapitulasi emosi bertahun-tahun yang mengalir lewat air matanya yang menetes
[Setia Furqon Kholid]


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fitrah Based Education [Part 3]: Framework

Fitrah Based Education [Part 1]: 8 Fitrah Manusia

Kita Tidak Bisa Memilih, Tapi Bisa Memutuskan

Hatiku Bukanlah Baja

Would The World Be Better Without Islam? Absolutely No!